BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam keadaan yang sekarang, masyarakat Indonesia sangat jauh
dari nilai-nilai moral. Keadilan,
kejujujuran, tolong-menolong, toleransasi dan sikap ataupun perilaku yang
terpuji lainnya kini telah jarang ditemukan di masyarakat Indonesia, bahkan
perilaku tersebut kini hanya menjadi slogan yang tak terlaksana. Krisis moral/akhlak
ini terjadi tidak hanya terdapat pada lembaga pemerintah saja, krisis moral ini
bahkan menyebar luas dimasyarakat Indonesia dari orang tua hingga anak-anak.
Jauhnya masyarakat Indonesia dari nilai-nilai moral ini
semakin bertambahnya waktu semakin memprihatinkan, banyak sekali bentuk dari
krisis moral ini, dalam lembaga pemerintahan contohnya, adanya korupsi, lalai
dengan tanggung jawab ataupun bermalas-malasan, perilaku menyuap, kolusi,
nepotisme, pertikaian ketika rapat DPR (dewan perwakilan rakyat), dan
sebagainya (dsb). Kemudian masalah-masalah tersebut menimbulkan kekecawaan
masyarakat namun sikap kekecawaan yang diekspresikan masyarakat juga yang menjauhi
nilai-nilai moral, terutama jauh dari pedoman hidup negara, landasan negera,
ideologi negara yaitu Pancasila.
Negara yang memiliki konsep yang cermelang (Pancasila) yang
telah disepakati bersama ini, idealnya masyarakat dan pemerintahan berjuang
bersama untuk menjunjung tinggi Pancasila. Ketika dulu Pancasila ini
dipidatokan oleh Bung Karno di hadapan negara lain, Pancasila ini mendapat
sanjungan dari berbagai negara. Jika melihat ke belakang hendaknya masyarakat
Indonesia itu bangga dengan Pancasila, maka dengan kebanggaan tersebut
hendaknya diekspresikan melalui pengamalan-pengamalan tehadap Pancasila.
Pancasila Ini tidak memimihak golongan, agama, ras, etnik
tertentu, Pancasila ini megayomi semua pihak. Dalam Pancasila ini terdapat lima
sila, yang sebagian isinya berbunyi “KeTuhanan yang Maha Esa”, kalimat tersebut
merupakan sila yang pertama yang merupakan perintah memegang teguh agama yang
diyakiniya.
Mengingat sila pertama tadi peranan agama sangat penting dalam
memberpaiki kondisi masyarakat yang saat ini jauh dari nilai-nilai moral. Di Indonesia ini terdapat beberapa agama,
salah satunya adalah agama Islam. Agama Islam di Indonesia menduduki posisi yang terbanyak. Maka dalam hal ini,
Agama Islam memiliki peranan yang penting dalam memperbaiki moral masyarakat Indonesia terhadap masyarakat Indoensia
yang memeluk Agama Islam. Pada hakikatnya setiap agama mempunyai peranan untuk
memperbaiki moral di Indonesia.
Agama Islam
merupakan ajaran yang sempurna dibandingkan dengan agama-agama lainnya.
Bagaimana tidak, seluruh aktivitas dalam kehidupan ini sudah di atur dalam
agama. Bahkan dalam hal bersucipun diatur. Namun dengan ajaran yang sebaik ini,
para pemeluknya sendiri jauh
dari apa yang diajarkan dalam agama Islam. Hendaknya dengan ajaran yang
sempurna, dan menyeluruh, para pemeluknya memiliki perilaku yang sesuai juga,
bahkan penerapan nilai-nilai Islam tersebut dapat membawa kehidupan yang
sejahtera, harmonis, tenteram, aman, damai, bahkan sesama muslim akan saling
melindungi dalam kebaikan serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap pemeluk
agama lain dengan batasan aqidah.
Artinya muslim tetap menjalinhubungan kerjasama dalam pergaulan, namun tetap
memegang teguh agama Islamnya. Hal itu seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an
Surat Al Kafurn ayat 6 “bagimu agamu,
dan bagiku agama ku).
Namun pada kenyataannnya muslim di Indonesia
sebagaian besar memiliki perilaku yang jauh dari ajaran
Islam. Hal tersebut salah satunya terjadi di daerah Cirebon Kecamatan
Losari, Desa Losari Kidul. Kondisi masyarakat Islam Losari Kidul sudah jauh
dari nilai-nilai Islam, sebagian besar dari masyarakat Islam tersebut malah
merasa jauh dari Islam sendiri bahkan merasa malu jika menyebutkan identitas
sebagai orang Islam (muslim). Hal ini
tampak pada gaya hidup mereka, salah satu contohnya yaitu banyak kaum hawa yang
berpakaianya jauh dari tata cara islam bahkan kaum hawa di masyarakat ini
cenderung memamerkan tubuhnya baik secara terbuka langsung ataupun tertutup
(memakai paikaia yang sangat ketat). Tentu dari gaya berpakaian yang sepeti itu
akan mengundang nafsu para laki-laki, sehingga banyak terjadi
pemerkosaan/pelecehan hingga parahnya lagi perempuan tersebut menwarkan
dirinya. Bahkan lebih memprihatinkan lagi hal ini terjadi pada pemuda.
Pemuda itu orang yang diantara usia 16 tahun sampai 30 tahun (UU no 40 tahun
2009). Pemuda/Genarisi muda ini
sebenarnya merupakan harapan besar bagi Indonesia untuk membawa Indonesia lebih
maju dari ke arah yang baik lagi. Sebab
partisipasi pemuda dalam jati diri bangsa untuk bersaing dengan dunia global
(Adhayakya Dault, 2008: 11). Namun jika melihat kondisi pemuda yang mengalami
degadrasi moral, cita-cita tersebut hanya menjadi angan-angan saja.
Maka dalam kondisi ini pendidikan dituduh sebagai penyebab
bobronyak moral pemuda saat ini, memang hal tersebut tidak dapat dipungkiri
namun tidak serta merta kesalahan tersebut dilimpihkan seluruhnya pada
pendidikan, tentu ada faktor-faktor lain.
Pendidikan merupakan poros dari bidang-bidang kehidupan
lainnya, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003). Dari pengertian di atas
dapat dipahami bahwa pendidikan mempunyai peran untuk membentuk manusia
berakhlak mulia sesuai dengan agama yang dipeluknya.
Pendidikan memiliki beberapa jalur yaitu pendidikan formal,
pendidikan non formal dan pendidikan informal. Dalam hal perbaikan akhlak/moral
ini ketiga jalur pendidikan memiliki peranan yang penting dalam membentuk
manusia yang berakhlak mulia. Dalam hal ini pendidikan norformal informal
memilki ruang yang luas. Maka dengan
ruang lebih luas ini pendidikan non formal akan diupayakan untuk membenenahi
akhlak masyarakat islam di Desa Losari Kidul.
Salah solusi mengurangi krisis akhlak yaitu dengan pendidikan
akhlak yang melalui jalur pendidikan non formal dengan kegiatan yang Islami
yaitu itikaf. Secara harfiyah, I’tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Itikaf adalah tinggal di dalam masjid dengan niat
itikaf (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi). Itikaf yang dimaksud yaitu
itikaf yang dilakukan dengan membuat kelompok kecil yang mempunyai kegiatan
yang terorganisir. Makna kegiatan itikaf
ini yaitu ngaji roso, ngaji roso
dinilai mempunyai level pembelajaran yang tinggi, dimana peserta didik/santri
akan ditekakan pada pengolahan rasa (hati) peserta didik/santri sehingga
santri/peserta didik dapat tumbuh kesadaran, pahaman, sikap prihatin, serta
aktualisasi diri terhadap apa yang sudah dikaji. Maka dengan itikaf ini dapat
memperbaiki krisis akhlak (krisis nilai-nilai moral) khususnya pada masyarakat
islam di Losari Kidul dan yang lebih utama lagi luaran dari program ini dapat
menghasilkan generasi yang taat akan agamanya khusunya para pemuda.
B.
Identifikasi
Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat
diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
1. Masyarakat
Indonesia yang jauh dari nilai-nilai moral.
2. Krisis
akhlak terjadi pada orang-orang pemerintahan hingga ke masyarakat.
3. Bentuk
dari krisis akhlak secara umum tersebut berupa adanya korupsi, lalai dengan
tanggung jawab ataupun bermalas-malasan, perilaku menyuap, kolusi, nepotisme,
pertikaian ketika rapat DPR (dewan perwakilan rakyat), dan sebagainya (dsb)
4. Bentuk krisis akhlak pada muslim berupa
permokasaan/perzinaan, pelecehan, dsb.
5. Adanya
kesenjangan antara konsepsi negara (pancasila) dengan perilaku masyarakat
Indonesia, serta kesenjangan ajaran Islam dengan perilaku muslim.
6. Fungsi
pendidikan kurang optimal dalam memperbaiki akhlak.
C.
Pembatasan Masalah
Agar penelitian
ini lebih jelas dan terarah, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun penelitian ini akan difokuskan pada
pembenahan/perbaikan akhlak pada masyarakat muslim di Losari Kidul, perbaikan akhlak ditujukan pada
hal-hal yang sederhana seperti cara hidup yang sesuai dengan ajaran Islam.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah
penulis kemukakan di
atas maka selanjutnya penulis akan merumuskan masalahnya. Adapun rumusan masalah tersebut yaitu:
1. Apa
faktor yang mempengaruhi krisis akhlak yang terjadi pada masyarakat islam di Losari
Kidul?
2. Bagaimana
cara menyelelesaikan krisis akhlak tersebut di daerah Losari Kidul yang memeluk
agama Islam?
3. Bagaimana
manfaat penyelelesaikan (solusi) pembenahan akhlak terhadap kehidupan
sehari-hari?
E.
Tujuan
Penelitian
Dari
rumusan tersebut maka dapat dikemukan tujuan penelitian ini, dapaun tujuan
penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi krisis akhlak yang terjadi pada masyarakat Iislam
di Losari Kidul.
2. Mengetahui
cara menyelelesaikan krisis akhlak tersebut di daerah X yang memeluk agama
Islam.
3. Mengetahui
manfaat penyelelesaikan (solusi) pembenahan akhlak terhadap kehidupan
sehari-hari bagi obyek yang diteliti.
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan memperhatikan tujuan penelitian,
maka diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan,
pengalaman peneliti, serta sebagai
bahan masukan untuk meningkatkan perbaikan akhlak.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Untuk memenuhi
syarat kelulusan guna memperoleh gelar
S-1 kependidikan di UNY.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan
referensi untuk mendidik anak/warganya agar menjadi anggota masyarakat
yang berakhlak mulia dan bermatabat
c. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta
Menambah referensi bacaan dan kajian tentang pembinaan masyarakat
(perbaikan akhlak) pada Program
Studi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) pada khususnya dan Universitas Negeri
Yogyakarta pada umumnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Islam
Pengertian
Islam secara etimologis berasal dari kata sallama
yang berarti menyerahkan, berbaik-baik, damai, menyerahkan, juga diambil
dari kata tsalama (memegang atau
menerima), aslama (menurut atau
menyerah) dan salima (sejahtera) (Ajat Sudrajat dkk).
Pengertian agama islam
secara terminologi yang dikemukakan oleh Abdullah Almasdoose (dalam Rois
Mahfud, 2011: 4) bahwa islam adalah
“kaidah
hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia degelarkan di muka bumi, dan
terbina dalam bentuknya yag terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang diwahyukan
memalui rosul yang terakhir sebagai suautu kaidah hidup yang memuat tuntunan
yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spiritual mauun
material”
agama yang diwahyukan Allah Pada Para Rasulnya
yang berupa pedoman hidup di dunia dan di akherarat sehingga kehidupan mahluk
Allah menjadi terarah pada kebenaran, terutama manusia (Ajat Sudrajat dkk,
2008).
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah wahyu
yang diturunkan Allah swt kepada Utusannya berupa Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya/tata cara hidup mahluk Allah
terutama Manusia agar hidupnya menjadi terbina dan terarah ke jalan yang benar
B.
Pendidikan Akhlak
1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan
adalah proses usaha manusia yang telah sadar akan kemanusiannya dalam
membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar pandangan
hidup pada generasi muda agar dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab
(Jalaludin dan Abdullah Idi, 2011: 41). Kemudian Ki Hajar Dewantara (dalam Fuad
Ihsam, 2008: 5) mengemukakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh anak. Menurut Johnn S, Brubacher
(dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011: 54), pendidikan adalah proses pengembangan diri
manusia yang mudah dipengaruhi kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan media dan digunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Selanjutnnya menurut UU No 20 Thn 2003 pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pemebelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari
beberapa pengertian pendidikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan upaya pengembangan diri yang bersifat positif dilakukan oleh manusia
yang berakal sehat.
2.
Hakikat
Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Secara
etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khuluq yang artinya tingkah laku, perangai, tabiat. Secara
terminologo akhlak mempunyai arti daya perbuatan jiwa yang mendorong perbuatan
dengan mudah dan spontan (Azyumardi Azra dkk, 2002: 203).
Kemudian
Ahmad Amin dalam (Ajat Sudrajat dkk, 2008: 88) mendefeniskan akhlak yaitu
kebiasaan kehendak atau kehendak yang dibiasakan. jika perbauatan tersebut
sifatnya baik maka akhlak tersebut dikatan sebagai akhlak yang baik, begitu
juga sebaliknya. namun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak ini mempunyai
makna konotasi yang baik, jadi orang berakhlak berarti orang tersebut berakhlak
baik (Daradjat, 1987: 261).
Akhlak juga dapat diartikan sebagai tingkah
laku seseoang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakkukan
perbauatan yang baik (Mukni’ah, 2011: 104). Pengertian akhlak trsebut sudah
melibatkan akal dan budi untuk mempertimbangkan baik dan buruk, sehingga
seseorang diarahkan untuk berbuat baik.
Dari
beberapa pengertian akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu
sikap yang diwujudkan melalui perbuatan dengan mempertimbangkan baik dan
buruknya suautu akibat yang disebabkan oleh perbuatannya.
b.
Ciri-Ciri
Akhlak Islam
Dalam rencana penelitia
ini, peneliti bermaksud untuk berusaha mengurangi krisis akhlak yang jauh dari
nilai-nilai Islam. Maka perlulah diketehui apa ciri-ciri akhlak Islam itu, Rois
Mahfud mengemukan ciri-ciri penting dari akhlak islam,berikut uraiannya
mengajarkan dan menuntun manusia kepada
tingkah laku baik dan menjauhkan dari tingkah laku buruk, b) menjadi sumber
moral, ukuran baik, buruknya perbauatan seseorang didasarkan kepada Al-Qur’an
dan Al-Hadits, c) bersifat universal dan komprehensif, dan diterima dan
dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapan pun dan dimana pun mereka
berada, serta dalam keadaan apapun dan bagaimana pun, d) mengatur dan
mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia
sebagai upaya memanusiakan manusia
Kemudian
Mukni’ah (2011: 110-111) menyebutkan ciri-ciri akhlak Islam dalam bukunya
“Materi Pendidikan Agama Islam” sebagai berikut
1)
bersifat
mutlak dan menyeluruh.
2)
Me;engkapkan
dan menyempurnakan tuntunan. Ditinjau dari sudut kejadian manusia yang
dibekakalkan dengan pelpagai naluri, akhlak islamiyah adalah merangkumi semua
aspek kemanusiaan ruhaniah, jasmaniyah danaqliyah,
sesuai dengan tuntutan dan naluri dalam mengawal usaha sifat-sifat yang tercela
untuk kesempurnaan insan, bukan untuk mengawal kebebasan pribadi seseorang.
3)
Bersifat
sederhana dan seimbang. Tuntutan akhlak dalam Islam adalah sederhana, tidak
membebankan sehingga menjadi pasif dan tidak pula membiarkan, sehingga
menimbulkan bahaya dan kerusakan.
4)
Mencangkup
perintah dan larangan.
5)
Bersih
dalam pelaksanaan. Untuk mencapai kebaikann, akhlak islamiyah memerintah cara
dan metode pelaksanaan suatu perbuatan dan tindakan itu hendaklah dengan cara
yang baik dan saluran yang benar telah ditentukan oleh akhlak islamiyah. Islam
tidak menerima falsafah menghalalkan segara cara.
6)
Keseimbangan,
akhlak dalam Islam membawa keseimbungan bagi tuntunan realitas hidup antara
ruhaniah dan jasmaniah serta aqliah
dan antara kehidupan dunia dan akherat sesuai dengan tabiat manusia itu
sendiri.
Jadi kesimpulan dari ciri-ciri
akhlak islam yaitu 100 % mengarahkan manusia ke arah yang benar dengan
berlandaskan pada Al-Qur’an dan Assunnah yang sifattnya komprehensif dan
universal serta berlaku sepanjang kehidupan di dunia ini masih ada.
c.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia selalu mengadakan interaksi dengan orang lain. Dalam
interaksi inilah akhlak dari seseorang dapat diamati secara langsung. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak adalah sebagai berikut:
1)
Naluri
Aneka corak
refleksi sikap, tindakan, dan perbauatan seseorang dimotivasi oleh kehendak
yang dimotori oleh naluri seseorang. Naluri merupakan tabiat yang dibawa
manusia sejak lahir (Mukni’ah, 2011: 113). Contoh dari naluri yaitu naluri
makan, naluri keibuan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya (dsb)
2)
Adat/kebiasaan
Adat merupakan
tradisi manusia yang dilakukan secara berulang-ulang dalam lingkungan
masyarakat sehingga menjadi bagi masyarakat itu sendiri. ada juga yang
mengartikan adat sebagai tindakan/perbuatan seseorang yang dilakukan secara
berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan (Mukni’ah,
2011: 114). Perbuatan manusia yang dilakukan/dikerjakan secara berulang-ulang
maka apa yang dilakukannya itu akan menjadi mudah sebab sudah terbiasa, baik
perbauatan yang sifatnya negative ataupun positif. Tentu jika perbuatan yang
negative itu menjadi kebiasaan maka hal tersebut perlu dirubah. Dalam merubah
kebiasaan memang bukan hal yang mudah. Tetapi jika dilandasi dengan keyakinan
dan keinginan yang kuat maka kebiasaan yang sifatnya negative akan jauh dari
dirinya.
3)
Wiratsah (keturunan)
Yang dimaksud Wiratsah yaitu pewarisan sifat-sifat
tertentu dari orang tua kepada anak kandungnya (Mukni’ah, 2011: 114). Dalam
pewarisan sifat-sifat orang tua ini, kadang anak itu mewarasi sebagian besar
dari salah satu keduanya (ayah ataupun ibu). Sifat-sifat dari orang tua ini
akan mempengaruhi perilaku anak baik dari ayahnya ataupun ibunya, jika diamati
dalam kehidupan sehari-hari perilaku anak cenderung mirip dengan orang tuanya.
Maka ada pepatah yang mengatakan bahwa, buah jatuh tidak jauh dari pohonya.
4)
Mileu
Mileu artinya
suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara, sedangkan
lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya atau apa yang ada
disekitarnya (Mukni’ah, 2011: 114-115). Mileu ada dua macam yaitu 1) li,ngkungan
alam, lingkunngan alam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
akhlak/perilaku seseorang. Contoh yang sederhana yaitu orang tinggal dipesisir
pantai akan memakai pakaian yang tidak tebal, bersuara keras umumnya dan orang
yang bertempat tinggal di daerah pengunungan/gunung akan memakan pakaian yang
tebal serta, mempunyai tingkat nada suara yang umumnya pelan/rendah. 2)
lingkungan pergaulan, manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam.
interaksi ini berpeluang untuk mempengaruhi/terpengaruh baik pikiran, sifat,
dan akhlak. Contoh sederhanaya perilaku orang tua dalam keluarga cenderung
ditiru oleh anaknya, demikanpula di sekolah, teman sebaya, bahkan media sosial
dapat mempengaruhi pola pikir, sifat serta perilaku/akhlak seseorang. Sebab apa
yang dilihat, didengar atau dirasaka
oleh panca indra serta hati manusia akan mempengaruhi perilaku
seseorang.
Dari
pejelasan di atas dapat disumpulkan bahwa secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi akhlak manusia terbagi menjadi faktor internal yang berasal dari
dalam diri, dan faktor eksternal yang berasal dari luar seperti lingkungan dan
pergaulannya.
3. Pendidikan Akhlak
Dari pengertian pendidikan dan Akhlak, maka dapat
dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah upaya pengembangan diri yang berfokus
pada perilaku (tatakrama/sopan santun). Adanya pendidikan akhlak merupakan dari
bagian dari kerangka ajaran Islam,
sedang Islam sendiri merupakan agama yang benar untuk membimbing hidup manusia
ke jalan yang lurus. Makna jalan yang lurus di sini merupukan petunjuk yang
diberikan kepada Allah swt. Maka pendidikan akhlak dalam Islam bertujuan untuk
mengatur perilaku manusia sesuai dengan apa yang diwahyukan Allah serta
SunnahNya supaya hidup manusia menjadi damai, tenteram baik secara jasmani
maupun ruhani serta adil.
C.
Konsep
Pemuda
1.
Pengertian
pemuda dan pemuda Islam
Pemuda adalah generasi yang diharapkan terhadap
bangsa dan negaranya untuk meneruskan generasi sebelumnya (Taufik Abdullah). Kemudian menurut UU nomor 40 tahun 2009
pengertian pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting
pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga
puluh) tahun.
Jadi
pemuda adalah orang yang masih memunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih
segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai
pemikiran yang visioner.
Pemuda
islam berarti pemuda yang memeluk agama Islam.
2.
Konsep
dasar pemuda
a.
Konsep
biologis pemuda
Konsep
ini memandang pemuda dari segi biologinya yaitu usia/umur serta perkembangan
fisiknya. Walaupun dalam UU no 40 tahun 2009 mengatakan bahwa pemuda itu orang
yang diantara usia 16 tahun sampai 30 tahun. Namun secara bioogis pemuda dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu usia 12-24 Tahun (SMU/Mhs ), 10-20 Tahun
(SMU/Mhs ), 12/16-28 Tahun (SMU/Mahasiswa/Kerja), dan 14/16-34 Tahun
(SMU/Mahasiswa/kerja) (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). Pemuda
secara biologis ialah seorang individu yang telah mengalami perubahan fisik dalam
hidupnya . atau dalam Islam yang namanya pemuda adalah orang/individu yang
telah mengetahui mana yang baik dan buruk (akil
baligh) dan mengalami mimpi basah bagi pria dan mendapatkan haid bagi yang
wanita .
b.
Konsep
sosiologis pemuda
Konsep
pemuda secara sosiologis yaitu pemuda yang dianggap memiliki status sosial
dalam masyarakat, hak dan tugas, berdekari dan muda dianggap dewasa (Lutfi
Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). Hak dan tugas maksudnya bahwa pemuda
itu memiki kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang pemuda dan mempunyai hak yang merupakan timbal balik
dari usaha pemuda tersebut atau hak yang berupa keharusan pemerintah untuk
mengembangkan pemuda ataupun generasi
tua berkewajiban membimbing
pemuda, sebagai generasi penerus untuk mempersiapkan tanggung jawabnya yang
semakin meninggi. Berdikari, pemuda yang telah mencapai puncak kekuatan,
energi, dan ketekunan yang prima (Agoes Dariyo, 2003: 6) mampu berbuat mandari
dalam menjalani hidupnya. Mandiri yang dimaksud adalah pemuda yang dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Pemuda
itu dianggap dewasa sebab pemuda adalah sosol yang idealis, rasional, radikalis
dan revolusioner (Atmo Sudjono). Kemudian karena hal tersebut pemuda memiliki
status sosial pada masyarakat.
c.
Konsep
psikologis pemuda
Pribadi
yang sedang pada tahab tertentu dalam perkembangan manusia dengan kualitas dan
ciri tertentu (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). pemuda merupakan
tahap pematangan dalam pola pikir maupun dalam faktor hormon kedewasaannya.
Perihal ini membentuk makhluk bergairah yang mempunyai semangat yang tinggi
dalam memperjuangkan keinginannya. Namun psikologis-mental pemuda mudah terbawa
sesuatu yang telah masuk dalam pikirannya. Sehingga faktor dalam, yang
dirasakan, dilihat, dan dihadapi, dan luar dirinya sangat mempengaruhi
pembentukkan sebagai sesosok pembawa pembaharu positif atau menjadi sesosok
pembawa pembaharu negatif.
3.
Karakter
dasar pemuda
Karakter dasar pemuda positif memiliki sikap yang
objektif, pemuda mempunyai otak yang
brilian, dan pemuda mempunyai fisik yang
kuat (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). Memilki sikap objektif maksudnya pemuda
cenderung merespon sesuatu dengan apa adanya, jika hal yang direspon negatif
maka pemuda akan mengatakan negative serta menentangnya, begitu juga
sebaliknya. pemuda mempunyai otak yang brililian sebab pemuda berada dalam masa
keemasannya termasuk pemikirannya serta fisiknya. Selain hal itu pemuda memiki
semangat yang membara sehingga potensi yang ada dalam diri pemuda akan semakin
berdayah guna tinggi. Jadi karakter positif dari pemuda akan membuat pemuda
tersebut menjadi pemuda yang berkualitas.
Selain karakter positif, pemuda juga memiliki
karakter negatif seperti tidak mempunyai keberanian untuk menjadi seorang
pemimpin atau pahlawan, menolak untuk maju lemah, dan tidak dapat dipercaya,
saling melempar tugas atau amanah enggan bertanggung jawab (Lutfi Wibawa n.d.,
diakses pada 22 Mei 2014).
Banyak yang mempengaruhi hal-hal tersebut, seperti
lingkungan sosialnya, lingkungan keluarga, pengaruh media massa dsb. Pemuda itu
sedang memasuki masa-masa transisi jika pemuda tersebut berada dalam lingkungan
yang mengarahkan dirinya ke hal yang positif maka pemuda tersebut akan
mempunyai karakter yang positif, demikian pula sebaliknya. sebab masa transisi
merupakan masa yang rawan dalam menentukan masa depan pemuda.
D.
Itikaf
1.
Pengertian
Itikaf dan Landasannya
Secara harfiyah, I’tikaf adalah tinggal di suatu
tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Itikaf adalah tinggal di dalam masjid
dengan niat itikaf (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi). Niat itikaf
maksudnya ada keinginan dalam hati untuk melakukan ibadah yang bernama itikaf. Dengan
demikian itikaf merupakan salah satu
bentuk ibadah dengan cara menyerahkan diri kepada Allah SWT,
dengan cara berdiam diri di dalam masjid, dan menyibukkan diri engan
berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di
dalamnya. Ibadah itikaf disyariatkan lewat
Al-Quran dan Al-Hadits.
Di antara ayat Al-Quran yang membicarakan tentang
itikaf, berikut berupa terjemahannya adalah :
Dan telah Kami
perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah
rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.(QS. Al
Baqarah : 125).
Selain itu juga
ada ayat lain yang mengaitkan i’tikaf
dengan masjid.Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf
dalam mesjid. tulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. (QS. Al-Baqarah : 187)
Sedangkan hadits
nabawi cukup banyak menyebutkan tentang i’tikaf ini, di antaranya:
“Dan telah menceritakan kepadaku Abu
Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus
bin Yazid bahwa Nafi‘ telah
menceritakan kepadanya dari Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhuma bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan I’tikaf pada sepuluh terakhir
dari bulan Ramadlan. Nafi’ berkata, “Dan Abdullah bin Umar telah memperlihatkan
kepadaku tempat yang terdapat dalam ruangan Masjid, tempat yang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pergunakan untuk melakukan I’tikaf.”
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari
terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau
wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya. (Muttafaqun
Alaihi)
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Hisyam berkata, telah
mengabarkan kepada saya bapakku dari ‘Aisyah radliallahu ‘anhu berkata: “Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjulurkan kepala Beliau kepadaku ketika sedang
beri’tikaf di masjid lalu aku menyisir rambut Beliau sedangkan aku saat itu
sedang haidh”.(H.R. Bukhari).
2. Hukum Itikaf dan Waktu Itikaf
Hukum itikaf menutut imam Hanafi dibagi menjadi tiga
yaitu, wajib, sunnah, nafil.
a. Itikaf
wajib. Itikaf menjadi wajib karena adanya nadzar dari orang yang bernadzar.
Nadzar artinya mewajibkan suatu perkara atau perbuatan yang asalnya tidak wajib
secara syariah islam.
b. Itikaf
sunnah yaitu sebagaimana yang biasa dilakukan oleh
Rasulullah SAW, yakni itikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Itikaf
khususnya sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang
disyariatkan dan disunnahkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri’tikaf pada
bulan Ramadhan selama sepuluh hari.
c. Itikaf
nafil yaitu itikaf yang tidak terikat
oleh waktu. Itikaf tersebut tanpa ada batasan waktu dan hari jadi kapan saja
seseorang berniat itikaf, ia dapat melakukannya.
Selanjutnya terdapat perbedaan mengenai
waktu itikaf yang paling sedikit. Itikaf hendaknya dilakukan tidak dari satu
hari atau satu hari penuh, demikian adalah pendapat dari Imam Abu Hanifah.
Kemudian Imam Muhammad berpendapat bahwa Itikaf boleh dilakukan dengan waktu yang singkat (Maulana
Muhammad zakariya Alkandahlawi, 2006: 709), Atau dalam madzhab Syafi’I : sesaat
atau sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab
Hambali, satu jam saja (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014).
Di
dalam Islam, seseorang
bisa beritikaf di
masjid kapan saja,
namun dalam konteks
bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw, itikaf itu
dilakukan selama sepuluh hari terakhir. Diantara rangkaian ibadah dalam bulan
suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) ole Rasulullah SAW
adalah itikaf.
3.
Syarat
I'tikaf
Syarat adalah suatu yang harus dipenuhi/ditepati
sebelum melakukan sesuatu (Mohamad
Rifa’I, 2010: 10). Jadi syarat itikaf adalah suatu yang harus
dipenuhi/ditepati sebelum melakukan itikaf. Orang yang I’tikaf harus memenuhi
kriteria kriteria sebagai berikut (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014):
a.
Muslim
Muslim berarti orang
yang memeluk agama islam.
b.
Berakal
sehat
Berakal
sehat berarti orang yang dapat akalnya untuk aktivitas berpikir guna membadakan
perkara yang baik dan buruk
c.
Suci
haidh dan nifas.
Suci
yang dimaksud disini adalah suci yang sifatnya lahiriyah, jadi orang tersebut
berada dalam bersih dari sesuatu yang dianggap kotor (najis) oleh islam.
Haidh atau haid (dalam
ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada
waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau
karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan hal yang
wajar, yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita. Nifas adalah
darah yang keluar dari rahim wanita setelah seorang wanita melahirkan. Darah
ini tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya sudah pasti,
yaitu karena adanya proses persalinan.
Oleh
karena itu I’tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir, anak yang belum mumaiyiz (mampu membedakan), orang
junub, wanita haidh dan nifas.
4.
Rukun
I’tikaf
Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan dalam
memulai suatu pekerjaan (Mohamad Rifa’I,
2010: 10), jadi rukun itikaf adalah sesuatu yang harus dikerjakan dalam memulai
itikaf.
a. Niat
yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada niatnya.
b. Berdiam
di masjid (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014).
5. Hal-Hal Yang Diperbolehkan
Orang yang beri’tikaf bukan berarti hanya berdiam
diri di masjid untuk menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal
yang diperbolehkan.
a. Keluar
dari tempat I’tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radliallahu
‘Anhu.
b. Menyisir
atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau
badan.
c. Keluar
ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil,
makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak
mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah
menyelesaikan keperluannya.
d. Makan,
minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan
masjid.
6.
Hal-Hal
Yang Membatalkan I’tikaf
Batal artinya tidak cukup syarat rukunnya, atau
tidak betul. Jadi apabila suatu pekerjaan tidak memenuhi syarat rukunnya
berarti pekerjaan itu tidak syah atau dianggap batal (Al-Habib 2010, diakses
pada 23 Mei 2014):
a.
Meninggalkan masjid
dengan sengaja tanpa
keperluan, meski sebentar,
karena meninggalkan masjid
berarti mengabaikan salah satu rukun I’tikaf yaitu berdiam di masjid.
b.
Murtad (keluar dari
agama Islam)
c.
Hilang
Akal, karena gila atau mabuk
d.
Haidh
e.
Nifas
f.
Berjima’ (bersetubuh
dengan istri), tetapi
memegang tanpa nafsu
(syahwat), tidak apa
apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya.
7. Keutamaan itikaf
Itikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati
dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan mendekatkan kepada
Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari
ritunitas kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada
Sang Kholiq (Pencipta). Bermunajat sambil
berdo’a dan beristighfar kepadaNya sehingga saat kembali lagi dalam
aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti.
Ibnu Qoyyim dalam (Maulana Muhammad zakariya
Alkandahlawi, 2011: 743) menjelaskan bawah:
Tujuan itikaf adalah menghubungkan hati
kepada Allah SWT yang Maha Suci, mengalihkan hati dari selain Allah, mengganti
segala kesibukan dengan menyibukan diri dengan mengingat Allah, memutuskan
segala perhatian kepada selain Allah, mengosongkan segala pikiran dan
angan-angan yang diisi dengan kecintaan kepada Allah, sehingga kecintaan kepada
mahluk (segala sesuatu yang diciptakan Allah) berganti menjadi kecintaan kepada
Allah. Kecintaan inilah yang akan bermanfaat untuk senantiasa memperbaiki diri
termasuk dalam memperbaiki akhlak/perilaku yang bersangkutan.
Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi (2011: 744)
menjelaskan bahwa, jika itikaf dilakukan dengan rela, maka itikaf tersebut
merupakan suatu pekerjaan yang paling uatam. Selain itu keistimewaan itikaf
tidak tergantung dengan jumlahnya. Dengan itikaf hati akan dibersihkan dari
ketergantungan pada dunia, dan berkonsentrasi semata-mata karena Allah serta
bersimpuh dihadapanNya.
Kemudian Ibnu Majah dalam (Maulana Muhammad zakariya
Alkandahlawi, 2011: 746) meriwayatkan hadist mengenai itikaf, “Dari sayyidina Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Baginda Rasulullah SAW bersabda mengenai
orang yang beritikaf, bahwa (dengan beritikaf) ia terjaga dari dosa-dosa dan
akan ditulis untuknya kebaikan-kebaikan sebagaimana orang yang mengerjakan
seluruh kebaikan.
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa dengan
itikaf seseorang dari perbauatan yang tercele (perilku yang buruka) dengan
demikian bahwa orang tersebut dapat melakukan senantiasa melakukan perbauatan
yang terpuji dan mampu menahan diri untuk melakukan perbautan yang tercela.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitaif. Pendekatan
kualitaif merupakan pendekatan dengan cara memandang objek penelitian sebagai
suatu sistem, artinya objek kajian dilihat dari satuan yang terdiri dari unsur-unsur/komponen-komponen yang saling terkait dan
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada (Suharsimi Arikunto, 2003: 209). Kemudian
Sugiyono juga mengemukakan bahwa penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti
pada konsisi objek alamiah yang menekankan pada makna hasil penelitian.
Hal
tersebut senada dengan pendapat dikemukakan oleh Nazur (dalam Soejono dan Abdurrahman, 2005: 84) bahwa penelitian deskriptif
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan
serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti bermaksud
mendeskripsikan, menguraikan dan menggambarkan
program pembinaan diri melalui itikaf sebagai upaya untuk memperbaiki akhlak di
daerah Losari Kidul. Penelitian ini meneliti secara mendetail tentang faktor yang
menyebabkan krisis akhlak, proses pembinaan
akhlak, dan manfaat pembinaan
akhlak dalam menjalankan kehidupan.
B.
Tempat Penelitian
Rencana penelitian akan dilaksanakan di
Desa Losari Kidul yang bekerjasama dengan bekerja sama dengan suatu jamaah
Islam. Rencana penelitian ini menggunakan prosedur dengan terjun/terlibat di lapangan penelitian yang diawali dengan pendekatan kepada pihak yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan akhlak, serta
pendekatan terhadap insan/manusia yang akan dibina. Peneliti memilih daerah Losari
kidul karena masyarakat daerah tersebut cenderung terbuka terutama untuk
kemajuan daerahnya. Rencana penelitian ini akan dilakukan melalui proses
perolehan informasi tentang perilaku
masyarakat yang dikaitkan dengan kesesuian antara perilaku dan ajaran Islam.
C.
Sampel Penelitian
Untuk
memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang pendidikan/pembinaan
akhlak peneliti
menentukan sampel penelitian secara purposif (purposive sampling) yaitu teknik pengambilan sumber data berdasarkan kriteria atau
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013:
300). Dalam
penelitian ini penentuan subjek didasarkan atas
ciri-ciri atau sifat sampel penelitian yang telah
diketahui sebelumnya. Adapun kriterianya yang ditentukan peneliti sebagai sampel yang dipilih tersebut adalah orang yang mengalami
krisis akhlak yang tolak ukurnya adalah agama Islam serta orang tersebut mau
diajak untuk mengikuti program pembinaan akhlak.
D.
Metode Dan Teknik
Pengumpulan Data
Untuk
mengumpulkan data tentang program
pembinaan akhak, sebagaimana yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai
berikut :
1.
Observasi
Observasi
merupakan salah teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis melalui pengamatan
(penggunaan panca indra) dan mencatat secara langsung gejala-gejala yang
diteliti. Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat
secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Supardi, 2006: 88). Observasi
dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali
oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan
secara ilmiah. Secara umum observasi dapat dilakukan dengan
cara yaitu:
Observasi
yang dilakukan dengan melibatkan diri disebut observasi partisipan. Observasi
partisipan adalah teknik observasi dengan
melibatakan diri peneliti dalam kegiatan observasi atau berpartisipasi (Sugiyono, 2013: 310). yang kedua adalah observasi non partisipan.
Observasi
non partisipan merupakan suatu proses pengamatan observer (orang yang melakukan observasi) tanpa ikut dalam kehidupan orang
yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai seorang pengamat
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi parsitif guna memperoleh datang yang akurat, tajam,
dan lengkap.
Hal
yang di observasi berupa, 1) perilaku
sampel penelitian sebelum mengikuti program pembinaan/pendidikan akhlak 2) proses sampel dalam mengikuti program pembinaan
akhlak/pendidikan, 3) hambatan-hambatan dalam proses
pembinaan akhlak, 4) perilaku sampel penelitian sesudah mengikuti sprogram
pembinaan akhlak.. Observasi yang dilakukan menggunakan setting
lingkungan alamiah dan buatan berupa tempat (masjid) subyek berada.
2.
Wawancara
Budiyono dkk (2003: 52) mengemukakan bahwa wawancara adalah
cara pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti (atau
orang yang ditugasi) dengan subjek penelitian atau responden atau sumber data.
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara
lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Supardi, 2006: 99).
Kemudian, Moleong (2005: 186) juga
menngemukakan bahwa wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih. Sewaktu wawancara yang akan mengajukan pertanyaan dan orang yang akan
diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan.
Jadi,
pewawancara harus menyusun pokok-pokok masalah yang
akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara pewawancara harus pandai
mengarahkan yang diwawancarai apabila jawabannya
mulai melenceng dari pertanyaan. Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi
melalui tatap muka antara pihak penanya dengan pihak yang ditanya atau
penjawab. Wawancara dilakukan oleh penanya
dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh penanya sebelumnya.
a. Pewawancara
Pewawancara adalah orang yang menggunakan teknik wawancara sekaligus bertindak sebagai pemimpin dalam
proses wawancara tersebut. Pewawancara juga berhak menentukan materi/permasalahan yang akan ditanyakan serta kapan dimulai dan di akhiri.
Dalam hal ini harus ada kesepakatan yang harus dibuat oleh kedua belah pihak
sebelumnya. Hal yang seringkali
informan dapat menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu
wawancara mulai dilaksanakan dan diakhiri.
Informan adalah orang yang diwawancarai,
memberikan keterangan/informasi yang diperlukan oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan
memahami data atau
informasi secara aktual dan akurat.
b.
Materi dan Jalannya Wawancara
Materi
wawancara adalah tema yang ditanyakan kepada informan, yang bermuatan masalah
atau tujuan penelitian. Pelaksanaan
wawancara dapat kedalam tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan penutup
(Sudjana, 1992: 234-235).
Materi wawancara yang baik terdiri dari: pembukaan, isi dan
penutup. Pembukaan wawancara adalah kata-kata tegur sapa,
yang intinya untuk mengakrabkan diri atau menyanjung informan agar informan
merasa nyaman atau suka rela dalam berbagi informasi. Isi wawancara yaitu pokok pembahasan yang menjadi masalah atau tujuan
penelitian. Penutup adalah bagian akhir dari suatu wawancara.
Bagian ini dilengkapi dengan kalimat-kalimat penutup pembicaraan.
Bagian penutup biasanya juga berisi
tentang perjanjian untuk mewawancarai lagi pada waktu yang akan datang.
Wawancara dilakukan sebagai upaya pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung
berdasarkan pedoman wawancara yang peneliti ajukan kepada pewawancara
yaitu kepada insan yang dibina dan
pembina.
Adapun pertanyaan yang diajukan pada rencana
penelitian ini adalah:
a.
Apa yang
menyebabkan kamu (insan yang akan dibina) berprilaku demikian (hal yang
menyangkut krisis akhlak dari hal yang sederhana, contohnya ketika
makan/berkendara tidak berdoa terlebih dahulu)?
b.
Apa yang memotivasi kamu (insan yang akan dibina) untuk ikut dalam pembinaan akhlak ini?
c.
Bagaimana proses
pembinaan akhlak, apa sesuai yang kamu (insan yang akan dibina) harapkan?
d.
Apa ada perubahan
dalam dirimu (insan yang akan dibina) setelah ikut program pembinaan akhlak
secara teratur ini?
e. Bagaimana manfaat yang kamu (insan yang akan dibina)
rasakan ?
f. Bagaimana tantangan sebagai Pembina dalam membenina
mereka, apakah ada hambatan/tantangan?
3.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal dan
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, dan sebagainya, (Suharsimi Arikunto, 2003: 206). Dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data tentang hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan sosialisasi pembinaan akhlak, perekrutan, persiapan,
perekrutan, output, hingga outcome. Fungsi dokumentasi ini untuk memperoleh data tertulis, data yang direkam ataupu yang berupa video.
E. Instrumen Pengumpulan Data
1.
Pengertian Instrumen
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan
data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kaitannya
dalam mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah
adanya (Suharsimi Arikunto, 2003:
134).
2.
Instrumen Yang akan Digunakan
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, pedoman observasi dan
dokumentasi terstruktur yang dibuat sendiri oleh peneliti
Tabel 1. Instrumen Pengumpulan
Data Penelitian Program Pembinaan Akhlak
No
|
Aspek
|
Sub
Aspek
|
Teknik
pengumpulan data
|
Sumber
data
|
1
|
Faktor
terjadi krisis akhlak
|
Identifikasi
penyebab terjadinya krisis akhlak.
Kondisi
lingkungan, pergaulan
|
Observasi,
wawancara
|
orang
yang akan dibina, Pembina, masyarakat sekitar
|
2
|
Proses
pembinaan
|
Hambatan,
faktor pendukung, pemahaman orang yang akan dibina, dan komnukasi dengan
Pembina
|
Observasi,
wawancara dan dokumentasi
|
orang
yang akan dibina, Pembina, masyarakat sekitar
|
3
|
Manfaat
program pembinaan akhlak bagi obyek penelitian.
|
Identifikasi
kebutuhan, hasil/perubahan terhadap orang yang akan dibina.
|
Wawancara
|
orang
yang telah dibina,
|
4
|
Kondisi
masyarakat Losari Kidul.
|
Pergaulan,
pola hidup, perilaku masyarakat
|
Observasi
|
Masyarakat
|
3.
Teknik Analisis Data
Analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah dipahami, dan temuannya dapat dipahami/diinformasikan
kepada orang
lain (Sugiyono, 2013: 335).
Teknik analisis data ini mengacu pada teknik analisis data kualitatif
dengan mengumpulkan data di lapangan yang dilakukan
dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
data (Miles dan Hurburmen, 1992: 16). Adapun
tahapan analisis data
kualitatif sebagai berikut:
a.
Reduksi Data
Reduksi data berarti
merangkum, memilah hal-hal yang pokok, fokus pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya serta membuang hal-hal yang tidak penting (Sugiyono, 2013:
338). Pada
reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah data yang dianggap
relevan dan penting dengan pokok bahasan dalam program pembinaan akhlak, sementara data yang tidak relevan dengan
pembahasan penelitian dibuang untuk mengetahui kecukupan data, maka proses
reduksi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus dan
berulang-ulang.
b.
Penyajian Data
(data display)
Penyajian
data merupakan tindak lanjut dari reduksi data. Penyajian data dalam rencana penelitian ini adalah
data yang diperoleh dari hasil reduksi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan
atau kata-kata verbal secara sistematis sesuai dengan komponen atau sistematika penelitian.
c.
Verifikasi Data
Penarikan
kesimpulan atau verifikasi data, artinya data yang diperoleh dari hasil reduksi
dan hasil penyajian data ditindaklunjuti
dengan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan disesuaikan dengan sistematika atau komponen penelitian.
4.
Rencana Keabsahan Data
Teknik
yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam rencana penelitian ini dilakukan melalui triangulasi.
Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah
ada (Sugiyono, 2013: 330). Kemudian triangulasi merupakan
teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam
membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian sehingga ditemukan
akurasi yang tepat (Moloeng, 2004: 330).
Triangulasi
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003: 115)
yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk
mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data.
Triangulasi
dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam kaitan ini Patton (dalam
Sutopo, 2006: 92) menjelaskan teknik triangulasi yang dapat digunakan.
Teknik
triangulasi yang dapat digunakan menurut Patton meliputi: a) triangulasi data,
b) triangulasi peneliti, c) triangulasi metodologis, d) triangulasi teoretis. Pada dasarnya
triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang
bersifat multi perspektif. Artinya, untuk menarik suatu kesimpulan
yang mantap diperlukan berbagai sudut pandang berbeda. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan
triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji
kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data yang telah digunakan.
Triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk membandingkan atau sebagai
pengecekan data, yaitu: 1) membandingkan hasil wawancara antara responden yang
satu dengan responden yang lain dengan pertanyaan yang sama dan dalam waktu
yang berlainan, 2) membandingkan data hasil wawancara dengan responden, 3)
membandingkan keadaan dan perspektif responden dengan isi dokumen terkait.
Tujuan
menggunakan metode triangulasi, adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
apabila dibandingkan dengan menggunakan satu metode saja dalam suatu
penelitian. Kelebihannya adalah bisa mendapatkan akurasi data dan kebenaran
hasil yang di inginkan, dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti baik
mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks dimana fenomena itu muncul.
Kekuranganya, adalah perlu adanya tambahan waktu, biaya serta tenaga yang
dibutuhkan dalam pelaksanaanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Taufik. 1974. Pemuda dan Perubahan Sosial. Jakarta:
LP3S
Alkandawi,
Maulana Muhammad Zakariya. 2006. Himpunan
Fadhilah Amal. Yogyakarta: Ash-Shaff
Alkandawi,
Maulana Muhammad Zakariya. 2011. Kitab
Fadhilah Amal. Yogyakarta: Ash-Shaff
Al Qur’anul
Karim dan Terjemahnya
Arikunto,
Suharsimi. 2003. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : Bumi Aksara
Atmo,
Sudjono. 1969. Bekerja Dikalangan Pemuda.
Yogyakarta: Menara Mas
Azra,
Azyumardi, dkk. 2002. Buku Teks
Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Direktorat Penguruan
Tinggi Agama Islam, Direktorat Kelembagaan Agama Islam, Departemen RI
Budiyono, Amirullah dan Haris. 2003. Pengantar Manajemen. Edisi kedua. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Darajat,
Zakiyah, dkk. 1987. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI
Dariyo,
Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan
Dewasa Muda. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Dault,
Adhayaksa. 2008. Rekonstruksi Pemuda.
Jakarta: Kementrian Pemuda dan Olahraga
Lexy J, Moleong. 2004. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya
Mahfud,
Rois. 2011. Al-Islam Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Erlangga
Miles& Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Buku Qualitatifve Data Analysis).
Penerjemah tjetjep srohendi rohidi).
Jakarta: Penerbit UI Press
Mukni’ah.
2011. Meteri Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Nasution, S. 2003. Metode
Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito
Rifa’i,
Mohammad. 2010. Risalah Tuntunan Shalat
Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra
Soejono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: Rineka
Cipta
Sudjana. 1992. Pengantar
Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press
Sudrajat,
Ajat, dkk. (2008) Din Al-Islam Pendidikan
Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum. Yogykarta: UNY Press
Supardi. (2006). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutopo, HB. (2006). Metode
Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2009 Tentang Kepemudaan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Alhabib.
2010. Panduan Praktis itikaf. http://blog.al-habib.info/wp-content/uploads/2010/08/panduan-praktis-itikaf.pdf
(diakses
23 Mei 2014).
Wibawa,
lutfi, n.d. Program Pendidikan Kepemudaan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Lutfi%20Wibawa,%20S.%20Pd.,%20M.%20Pd/Kepemudaan-Program.pdf
(diakses 22
Mei 2014).
Wibawa,
lutfi, n.d. Konsep Dasar Kepemudaan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Lutfi%20Wibawa,%20S.%20Pd.,%20M.%20Pd/Pendidikan%20Kepemudaan-Konsep%20Dasar.pdf
(diakses 22
Mei 2014).