Sabtu, 11 Oktober 2014

UPAYA MENGATASI KRISI AKHLAK DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK MELAUI ITIKAF PADA PEMUDA ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam keadaan yang sekarang, masyarakat Indonesia sangat jauh dari nilai-nilai moral.  Keadilan, kejujujuran, tolong-menolong, toleransasi dan sikap ataupun perilaku yang terpuji lainnya kini telah jarang ditemukan di masyarakat Indonesia, bahkan perilaku tersebut kini hanya menjadi slogan yang tak terlaksana. Krisis moral/akhlak ini terjadi tidak hanya terdapat pada lembaga pemerintah saja, krisis moral ini bahkan menyebar luas dimasyarakat Indonesia dari orang tua hingga anak-anak.
Jauhnya masyarakat Indonesia dari nilai-nilai moral ini semakin bertambahnya waktu semakin memprihatinkan, banyak sekali bentuk dari krisis moral ini, dalam lembaga pemerintahan contohnya, adanya korupsi, lalai dengan tanggung jawab ataupun bermalas-malasan, perilaku menyuap, kolusi, nepotisme, pertikaian ketika rapat DPR (dewan perwakilan rakyat), dan sebagainya (dsb). Kemudian masalah-masalah tersebut menimbulkan kekecawaan masyarakat namun sikap kekecawaan yang diekspresikan masyarakat juga yang menjauhi nilai-nilai moral, terutama jauh dari pedoman hidup negara, landasan negera, ideologi negara yaitu Pancasila.
Negara yang memiliki konsep yang cermelang (Pancasila) yang telah disepakati bersama ini, idealnya masyarakat dan pemerintahan berjuang bersama untuk menjunjung tinggi Pancasila. Ketika dulu Pancasila ini dipidatokan oleh Bung Karno di hadapan negara lain, Pancasila ini mendapat sanjungan dari berbagai negara. Jika melihat ke belakang hendaknya masyarakat Indonesia itu bangga dengan Pancasila, maka dengan kebanggaan tersebut hendaknya diekspresikan melalui pengamalan-pengamalan tehadap Pancasila.
Pancasila Ini tidak memimihak golongan, agama, ras, etnik tertentu, Pancasila ini megayomi semua pihak. Dalam Pancasila ini terdapat lima sila, yang sebagian isinya berbunyi “KeTuhanan yang Maha Esa”, kalimat tersebut merupakan sila yang pertama yang merupakan perintah memegang teguh agama yang diyakiniya.
Mengingat sila pertama tadi peranan agama sangat penting dalam memberpaiki kondisi masyarakat yang saat ini jauh dari nilai-nilai moral. Di Indonesia ini terdapat beberapa agama, salah satunya adalah agama Islam. Agama Islam di Indonesia menduduki posisi yang terbanyak. Maka dalam hal ini, Agama Islam memiliki peranan yang penting dalam memperbaiki moral masyarakat Indonesia terhadap masyarakat Indoensia yang memeluk Agama Islam. Pada hakikatnya setiap agama mempunyai peranan untuk memperbaiki moral di Indonesia.
Agama Islam merupakan ajaran yang sempurna dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Bagaimana tidak, seluruh aktivitas dalam kehidupan ini sudah di atur dalam agama. Bahkan dalam hal bersucipun diatur. Namun dengan ajaran yang sebaik ini, para pemeluknya sendiri jauh dari apa yang diajarkan dalam agama Islam. Hendaknya dengan ajaran yang sempurna, dan menyeluruh, para pemeluknya memiliki perilaku yang sesuai juga, bahkan penerapan nilai-nilai Islam tersebut dapat membawa kehidupan yang sejahtera, harmonis, tenteram, aman, damai, bahkan sesama muslim akan saling melindungi dalam kebaikan serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama lain dengan batasan aqidah. Artinya muslim tetap menjalinhubungan kerjasama dalam pergaulan, namun tetap memegang teguh agama Islamnya. Hal itu seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al Kafurn ayat  6 “bagimu agamu, dan bagiku agama ku).
Namun pada kenyataannnya muslim di Indonesia sebagaian besar memiliki perilaku yang jauh dari ajaran Islam. Hal tersebut salah satunya terjadi di daerah Cirebon Kecamatan Losari, Desa Losari Kidul. Kondisi masyarakat Islam Losari Kidul sudah jauh dari nilai-nilai Islam, sebagian besar dari masyarakat Islam tersebut malah merasa jauh dari Islam sendiri bahkan merasa malu jika menyebutkan identitas sebagai  orang Islam (muslim). Hal ini tampak pada gaya hidup mereka, salah satu contohnya yaitu banyak kaum hawa yang berpakaianya jauh dari tata cara islam bahkan kaum hawa di masyarakat ini cenderung memamerkan tubuhnya baik secara terbuka langsung ataupun tertutup (memakai paikaia yang sangat ketat). Tentu dari gaya berpakaian yang sepeti itu akan mengundang nafsu para laki-laki, sehingga banyak terjadi pemerkosaan/pelecehan hingga parahnya lagi perempuan tersebut menwarkan dirinya. Bahkan lebih memprihatinkan lagi hal ini terjadi pada pemuda. Pemuda itu orang yang diantara usia 16 tahun sampai 30 tahun (UU no 40 tahun 2009). Pemuda/Genarisi muda ini sebenarnya merupakan harapan besar bagi Indonesia untuk membawa Indonesia lebih maju dari ke arah yang baik lagi.  Sebab partisipasi pemuda dalam jati diri bangsa untuk bersaing dengan dunia global (Adhayakya Dault, 2008: 11). Namun jika melihat kondisi pemuda yang mengalami degadrasi moral, cita-cita tersebut hanya menjadi angan-angan saja.
Maka dalam kondisi ini pendidikan dituduh sebagai penyebab bobronyak moral pemuda saat ini, memang hal tersebut tidak dapat dipungkiri namun tidak serta merta kesalahan tersebut dilimpihkan seluruhnya pada pendidikan, tentu ada faktor-faktor lain.
Pendidikan merupakan poros dari bidang-bidang kehidupan lainnya, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual  keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan mempunyai peran untuk membentuk manusia berakhlak mulia sesuai dengan agama yang dipeluknya.
Pendidikan memiliki beberapa jalur yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Dalam hal perbaikan akhlak/moral ini ketiga jalur pendidikan memiliki peranan yang penting dalam membentuk manusia yang berakhlak mulia. Dalam hal ini pendidikan norformal informal memilki ruang yang luas.  Maka dengan ruang lebih luas ini pendidikan non formal akan diupayakan untuk membenenahi akhlak masyarakat islam di Desa Losari Kidul.
Salah solusi mengurangi krisis akhlak yaitu dengan pendidikan akhlak yang melalui jalur pendidikan non formal dengan kegiatan yang Islami yaitu itikaf. Secara harfiyah, I’tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Itikaf adalah tinggal di dalam masjid dengan niat itikaf (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi). Itikaf yang dimaksud yaitu itikaf yang dilakukan dengan membuat kelompok kecil yang mempunyai kegiatan yang terorganisir. Makna  kegiatan itikaf ini yaitu ngaji roso, ngaji roso dinilai mempunyai level pembelajaran yang tinggi, dimana peserta didik/santri akan ditekakan pada pengolahan rasa (hati) peserta didik/santri sehingga santri/peserta didik dapat tumbuh kesadaran, pahaman, sikap prihatin, serta aktualisasi diri terhadap apa yang sudah dikaji. Maka dengan itikaf ini dapat memperbaiki krisis akhlak (krisis nilai-nilai moral) khususnya pada masyarakat islam di Losari Kidul dan yang lebih utama lagi luaran dari program ini dapat menghasilkan generasi yang taat akan agamanya khusunya para pemuda.
B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
1.      Masyarakat Indonesia yang jauh dari nilai-nilai moral.
2.      Krisis akhlak terjadi pada orang-orang pemerintahan hingga ke masyarakat.
3.      Bentuk dari krisis akhlak secara umum tersebut berupa adanya korupsi, lalai dengan tanggung jawab ataupun bermalas-malasan, perilaku menyuap, kolusi, nepotisme, pertikaian ketika rapat DPR (dewan perwakilan rakyat), dan sebagainya (dsb)
4.      Bentuk  krisis akhlak pada muslim berupa permokasaan/perzinaan, pelecehan, dsb.
5.      Adanya kesenjangan antara konsepsi negara (pancasila) dengan perilaku masyarakat Indonesia, serta kesenjangan ajaran Islam dengan perilaku muslim.
6.      Fungsi pendidikan kurang optimal dalam memperbaiki akhlak.
C.    Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih jelas dan terarah, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun penelitian ini akan difokuskan pada pembenahan/perbaikan akhlak pada masyarakat muslim di Losari Kidul, perbaikan akhlak ditujukan pada hal-hal yang sederhana seperti cara hidup yang sesuai dengan ajaran Islam.
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah penulis kemukakan di atas maka selanjutnya penulis akan merumuskan masalahnya. Adapun rumusan masalah tersebut yaitu:
1.      Apa faktor yang mempengaruhi krisis akhlak yang terjadi pada masyarakat islam di Losari Kidul?
2.      Bagaimana cara menyelelesaikan krisis akhlak tersebut di daerah Losari Kidul yang memeluk agama Islam?
3.      Bagaimana manfaat penyelelesaikan (solusi) pembenahan akhlak terhadap kehidupan sehari-hari?
E.     Tujuan Penelitian
Dari rumusan tersebut maka dapat dikemukan tujuan penelitian ini, dapaun tujuan penelitian ini yaitu:
1.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi krisis akhlak yang terjadi pada masyarakat Iislam di Losari Kidul.
2.      Mengetahui cara menyelelesaikan krisis akhlak tersebut di daerah X yang memeluk agama Islam.
3.      Mengetahui manfaat penyelelesaikan (solusi) pembenahan akhlak terhadap kehidupan sehari-hari bagi obyek yang diteliti.
F.     Manfaat Hasil Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
        Dengan memperhatikan tujuan penelitian, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman peneliti, serta sebagai bahan masukan untuk meningkatkan perbaikan akhlak.
2.      Manfaat Praktis
a.      Bagi Peneliti
Untuk memenuhi syarat kelulusan guna memperoleh gelar  S-1 kependidikan di UNY.
b.      Bagi Masyarakat
Sebagai bahan referensi untuk mendidik anak/warganya agar menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia dan bermatabat
c.       Bagi Universitas Negeri Yogyakarta
   Menambah referensi bacaan dan kajian tentang pembinaan masyarakat (perbaikan akhlak) pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) pada khususnya dan Universitas Negeri Yogyakarta pada umumnya.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Pengertian Islam
Pengertian Islam secara etimologis berasal dari kata sallama yang berarti menyerahkan, berbaik-baik, damai, menyerahkan, juga diambil dari kata tsalama (memegang atau menerima), aslama (menurut atau menyerah) dan salima (sejahtera) (Ajat Sudrajat dkk).
Pengertian agama islam secara terminologi yang dikemukakan oleh Abdullah Almasdoose (dalam Rois Mahfud, 2011: 4) bahwa islam adalah
“kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia degelarkan di muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yag terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang diwahyukan memalui rosul yang terakhir sebagai suautu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spiritual mauun material”
 agama yang diwahyukan Allah Pada Para Rasulnya yang berupa pedoman hidup di dunia dan di akherarat sehingga kehidupan mahluk Allah menjadi terarah pada kebenaran, terutama manusia (Ajat Sudrajat dkk, 2008).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah wahyu yang diturunkan Allah swt kepada Utusannya berupa Al-Qur’an sebagai  pedoman hidupnya/tata cara hidup mahluk Allah terutama Manusia agar hidupnya menjadi terbina dan terarah ke jalan yang benar
B.     Pendidikan Akhlak
1.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses usaha manusia yang telah sadar akan kemanusiannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar pandangan hidup pada generasi muda agar dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab (Jalaludin dan Abdullah Idi, 2011: 41). Kemudian Ki Hajar Dewantara (dalam Fuad Ihsam, 2008: 5) mengemukakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh anak. Menurut Johnn S, Brubacher (dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011: 54), pendidikan adalah proses pengembangan diri manusia yang mudah dipengaruhi kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan media dan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnnya menurut UU No 20 Thn 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual  keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari beberapa pengertian pendidikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan upaya pengembangan diri yang bersifat positif dilakukan oleh manusia yang berakal sehat.
2.      Hakikat Akhlak
a.       Pengertian Akhlak
Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khuluq yang artinya tingkah laku, perangai, tabiat. Secara terminologo akhlak mempunyai arti daya perbuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan (Azyumardi Azra dkk, 2002: 203).
Kemudian Ahmad Amin dalam (Ajat Sudrajat dkk, 2008: 88) mendefeniskan akhlak yaitu kebiasaan kehendak atau kehendak yang dibiasakan. jika perbauatan tersebut sifatnya baik maka akhlak tersebut dikatan sebagai akhlak yang baik, begitu juga sebaliknya. namun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak ini mempunyai makna konotasi yang baik, jadi orang berakhlak berarti orang tersebut berakhlak baik (Daradjat, 1987: 261).
 Akhlak juga dapat diartikan sebagai tingkah laku seseoang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakkukan perbauatan yang baik (Mukni’ah, 2011: 104). Pengertian akhlak trsebut sudah melibatkan akal dan budi untuk mempertimbangkan baik dan buruk, sehingga seseorang diarahkan untuk berbuat baik.
Dari beberapa pengertian akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang diwujudkan melalui perbuatan dengan mempertimbangkan baik dan buruknya suautu akibat yang disebabkan oleh perbuatannya.
b.      Ciri-Ciri Akhlak Islam
Dalam rencana penelitia ini, peneliti bermaksud untuk berusaha mengurangi krisis akhlak yang jauh dari nilai-nilai Islam. Maka perlulah diketehui apa ciri-ciri akhlak Islam itu, Rois Mahfud mengemukan ciri-ciri penting dari akhlak islam,berikut uraiannya
mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku baik dan menjauhkan dari tingkah laku buruk, b) menjadi sumber moral, ukuran baik, buruknya perbauatan seseorang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, c) bersifat universal dan komprehensif, dan diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapan pun dan dimana pun mereka berada, serta dalam keadaan apapun dan bagaimana pun, d) mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan  mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia

Kemudian Mukni’ah (2011: 110-111) menyebutkan ciri-ciri akhlak Islam dalam bukunya “Materi Pendidikan Agama Islam” sebagai berikut
1)         bersifat mutlak dan menyeluruh.
2)         Me;engkapkan dan menyempurnakan tuntunan. Ditinjau dari sudut kejadian manusia yang dibekakalkan dengan pelpagai naluri, akhlak islamiyah adalah merangkumi semua aspek kemanusiaan ruhaniah, jasmaniyah danaqliyah, sesuai dengan tuntutan dan naluri dalam mengawal usaha sifat-sifat yang tercela untuk kesempurnaan insan, bukan untuk mengawal kebebasan pribadi seseorang.
3)         Bersifat sederhana dan seimbang. Tuntutan akhlak dalam Islam adalah sederhana, tidak membebankan sehingga menjadi pasif dan tidak pula membiarkan, sehingga menimbulkan bahaya dan kerusakan.
4)         Mencangkup perintah dan larangan.
5)         Bersih dalam pelaksanaan. Untuk mencapai kebaikann, akhlak islamiyah memerintah cara dan metode pelaksanaan suatu perbuatan dan tindakan itu hendaklah dengan cara yang baik dan saluran yang benar telah ditentukan oleh akhlak islamiyah. Islam tidak menerima falsafah menghalalkan segara cara.
6)         Keseimbangan, akhlak dalam Islam membawa keseimbungan bagi tuntunan realitas hidup antara ruhaniah dan jasmaniah serta aqliah dan antara kehidupan dunia dan akherat sesuai dengan tabiat manusia itu sendiri.
Jadi kesimpulan dari ciri-ciri akhlak islam yaitu 100 % mengarahkan manusia ke arah yang benar dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Assunnah yang sifattnya komprehensif dan universal serta berlaku sepanjang kehidupan di dunia ini masih ada.
c.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu mengadakan interaksi dengan orang lain. Dalam interaksi inilah akhlak dari seseorang dapat diamati secara langsung. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak adalah sebagai berikut:
1)      Naluri
Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbauatan seseorang dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh naluri seseorang. Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir (Mukni’ah, 2011: 113). Contoh dari naluri yaitu naluri makan, naluri keibuan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya (dsb)
2)      Adat/kebiasaan
Adat merupakan tradisi manusia yang dilakukan secara berulang-ulang dalam lingkungan masyarakat sehingga menjadi bagi masyarakat itu sendiri. ada juga yang mengartikan adat sebagai tindakan/perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan (Mukni’ah, 2011: 114). Perbuatan manusia yang dilakukan/dikerjakan secara berulang-ulang maka apa yang dilakukannya itu akan menjadi mudah sebab sudah terbiasa, baik perbauatan yang sifatnya negative ataupun positif. Tentu jika perbuatan yang negative itu menjadi kebiasaan maka hal tersebut perlu dirubah. Dalam merubah kebiasaan memang bukan hal yang mudah. Tetapi jika dilandasi dengan keyakinan dan keinginan yang kuat maka kebiasaan yang sifatnya negative akan jauh dari dirinya.
3)      Wiratsah (keturunan)
Yang dimaksud Wiratsah yaitu pewarisan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada anak kandungnya (Mukni’ah, 2011: 114). Dalam pewarisan sifat-sifat orang tua ini, kadang anak itu mewarasi sebagian besar dari salah satu keduanya (ayah ataupun ibu). Sifat-sifat dari orang tua ini akan mempengaruhi perilaku anak baik dari ayahnya ataupun ibunya, jika diamati dalam kehidupan sehari-hari perilaku anak cenderung mirip dengan orang tuanya. Maka ada pepatah yang mengatakan bahwa, buah jatuh tidak jauh dari pohonya.
4)      Mileu
Mileu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya atau apa yang ada disekitarnya (Mukni’ah, 2011: 114-115). Mileu ada dua macam yaitu 1) li,ngkungan alam, lingkunngan alam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akhlak/perilaku seseorang. Contoh yang sederhana yaitu orang tinggal dipesisir pantai akan memakai pakaian yang tidak tebal, bersuara keras umumnya dan orang yang bertempat tinggal di daerah pengunungan/gunung akan memakan pakaian yang tebal serta, mempunyai tingkat nada suara yang umumnya pelan/rendah. 2) lingkungan pergaulan, manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam. interaksi ini berpeluang untuk mempengaruhi/terpengaruh baik pikiran, sifat, dan akhlak. Contoh sederhanaya perilaku orang tua dalam keluarga cenderung ditiru oleh anaknya, demikanpula di sekolah, teman sebaya, bahkan media sosial dapat mempengaruhi pola pikir, sifat serta perilaku/akhlak seseorang. Sebab apa yang dilihat, didengar atau dirasaka  oleh panca indra serta hati manusia akan mempengaruhi perilaku seseorang.
            Dari pejelasan di atas dapat disumpulkan bahwa secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak manusia terbagi menjadi faktor internal yang berasal dari dalam diri, dan faktor eksternal yang berasal dari luar seperti lingkungan dan pergaulannya.
3.      Pendidikan Akhlak
Dari pengertian pendidikan dan Akhlak, maka dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah upaya pengembangan diri yang berfokus pada perilaku (tatakrama/sopan santun). Adanya pendidikan akhlak merupakan dari bagian  dari kerangka ajaran Islam, sedang Islam sendiri merupakan agama yang benar untuk membimbing hidup manusia ke jalan yang lurus. Makna jalan yang lurus di sini merupukan petunjuk yang diberikan kepada Allah swt. Maka pendidikan akhlak dalam Islam bertujuan untuk mengatur perilaku manusia sesuai dengan apa yang diwahyukan Allah serta SunnahNya supaya hidup manusia menjadi damai, tenteram baik secara jasmani maupun ruhani serta adil.
C.    Konsep Pemuda
1.      Pengertian pemuda dan pemuda Islam
Pemuda adalah generasi yang diharapkan terhadap bangsa dan negaranya untuk meneruskan generasi sebelumnya (Taufik Abdullah).  Kemudian menurut UU nomor 40 tahun 2009 pengertian pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Jadi pemuda adalah orang yang masih memunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner.
Pemuda islam berarti pemuda yang memeluk agama Islam.
2.      Konsep dasar pemuda
a.      Konsep biologis pemuda
Konsep ini memandang pemuda dari segi biologinya yaitu usia/umur serta perkembangan fisiknya. Walaupun dalam UU no 40 tahun 2009 mengatakan bahwa pemuda itu orang yang diantara usia 16 tahun sampai 30 tahun. Namun secara bioogis pemuda dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu usia 12-24 Tahun (SMU/Mhs ), 10-20 Tahun (SMU/Mhs ), 12/16-28 Tahun (SMU/Mahasiswa/Kerja), dan 14/16-34 Tahun (SMU/Mahasiswa/kerja) (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). Pemuda secara biologis ialah seorang individu yang telah mengalami perubahan fisik dalam hidupnya . atau dalam Islam yang namanya pemuda adalah orang/individu yang telah mengetahui mana yang baik dan buruk (akil baligh) dan mengalami mimpi basah bagi pria dan mendapatkan haid bagi yang wanita .
b.      Konsep sosiologis pemuda
Konsep pemuda secara sosiologis yaitu pemuda yang dianggap memiliki status sosial dalam masyarakat, hak dan tugas, berdekari dan muda dianggap dewasa (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). Hak dan tugas maksudnya bahwa pemuda itu memiki kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang pemuda  dan mempunyai hak yang merupakan timbal balik dari usaha pemuda tersebut atau hak yang berupa keharusan pemerintah untuk mengembangkan pemuda ataupun generasi  tua berkewajiban  membimbing pemuda, sebagai generasi penerus untuk mempersiapkan tanggung jawabnya yang semakin meninggi. Berdikari, pemuda yang telah mencapai puncak kekuatan, energi, dan ketekunan yang prima (Agoes Dariyo, 2003: 6) mampu berbuat mandari dalam menjalani hidupnya. Mandiri yang dimaksud adalah pemuda yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Pemuda itu dianggap dewasa sebab pemuda adalah sosol yang idealis, rasional, radikalis dan revolusioner (Atmo Sudjono). Kemudian karena hal tersebut pemuda memiliki status sosial pada masyarakat.
c.       Konsep psikologis pemuda
Pribadi yang sedang pada tahab tertentu dalam perkembangan manusia dengan kualitas dan ciri tertentu (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014). pemuda merupakan tahap pematangan dalam pola pikir maupun dalam faktor hormon kedewasaannya. Perihal ini membentuk makhluk bergairah yang mempunyai semangat yang tinggi dalam memperjuangkan keinginannya. Namun psikologis-mental pemuda mudah terbawa sesuatu yang telah masuk dalam pikirannya. Sehingga faktor dalam, yang dirasakan, dilihat, dan dihadapi, dan luar dirinya sangat mempengaruhi pembentukkan sebagai sesosok pembawa pembaharu positif atau menjadi sesosok pembawa pembaharu negatif.
3.      Karakter dasar pemuda
Karakter dasar pemuda positif memiliki sikap yang objektif,  pemuda mempunyai otak yang brilian, dan  pemuda mempunyai fisik yang kuat (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014).  Memilki sikap objektif maksudnya pemuda cenderung merespon sesuatu dengan apa adanya, jika hal yang direspon negatif maka pemuda akan mengatakan negative serta menentangnya, begitu juga sebaliknya. pemuda mempunyai otak yang brililian sebab pemuda berada dalam masa keemasannya termasuk pemikirannya serta fisiknya. Selain hal itu pemuda memiki semangat yang membara sehingga potensi yang ada dalam diri pemuda akan semakin berdayah guna tinggi. Jadi karakter positif dari pemuda akan membuat pemuda tersebut menjadi pemuda yang berkualitas.
Selain karakter positif, pemuda juga memiliki karakter negatif seperti tidak mempunyai keberanian untuk menjadi seorang pemimpin atau pahlawan, menolak untuk maju lemah, dan tidak dapat dipercaya, saling melempar tugas atau amanah enggan bertanggung jawab (Lutfi Wibawa n.d., diakses pada 22 Mei 2014).
Banyak yang mempengaruhi hal-hal tersebut, seperti lingkungan sosialnya, lingkungan keluarga, pengaruh media massa dsb. Pemuda itu sedang memasuki masa-masa transisi jika pemuda tersebut berada dalam lingkungan yang mengarahkan dirinya ke hal yang positif maka pemuda tersebut akan mempunyai karakter yang positif, demikian pula sebaliknya. sebab masa transisi merupakan masa yang rawan dalam menentukan masa depan pemuda.
D.    Itikaf
1.      Pengertian Itikaf dan Landasannya
Secara harfiyah, I’tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Itikaf adalah tinggal di dalam masjid dengan niat itikaf (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi). Niat itikaf maksudnya ada keinginan dalam hati untuk melakukan ibadah yang bernama itikaf. Dengan demikian itikaf merupakan salah satu  bentuk ibadah dengan  cara menyerahkan diri kepada Allah SWT, dengan cara berdiam diri di dalam masjid, dan  menyibukkan diri engan  berbagai  bentuk  ibadah yang  layak  dilakukan  di dalamnya. Ibadah  itikaf  disyariatkan  lewat  Al-Quran  dan  Al-Hadits.  Di  antara  ayat  Al-Quran  yang membicarakan  tentang itikaf, berikut berupa terjemahannya adalah :
Dan  telah  Kami  perintahkan  kepada  Ibrahim  dan  Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.(QS. Al Baqarah : 125).
Selain  itu  juga  ada  ayat  lain  yang  mengaitkan  i’tikaf  dengan masjid.Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam  mesjid. tulah  larangan  Allah, maka  janganlah  kamu mendekatinya. (QS. Al-Baqarah : 187)
Sedangkan  hadits  nabawi  cukup  banyak  menyebutkan tentang i’tikaf ini, di antaranya:
“Dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid bahwa Nafi telah menceritakan kepadanya dari Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan I’tikaf pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadlan. Nafi’ berkata, “Dan Abdullah bin Umar telah memperlihatkan kepadaku tempat yang terdapat dalam ruangan Masjid, tempat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergunakan untuk melakukan I’tikaf.”
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya. (Muttafaqun Alaihi)
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Hisyam berkata, telah mengabarkan kepada saya bapakku dari ‘Aisyah radliallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjulurkan kepala Beliau kepadaku ketika sedang beri’tikaf di masjid lalu aku menyisir rambut Beliau sedangkan aku saat itu sedang haidh”.(H.R. Bukhari).
                                                          
2.      Hukum Itikaf dan Waktu Itikaf
Hukum itikaf menutut imam Hanafi dibagi menjadi tiga yaitu, wajib, sunnah, nafil.
a.       Itikaf wajib. Itikaf menjadi wajib karena adanya nadzar dari orang yang bernadzar. Nadzar artinya mewajibkan suatu perkara atau perbuatan yang asalnya tidak wajib secara syariah islam.
b.      Itikaf sunnah  yaitu sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW, yakni itikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Itikaf khususnya sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari.
c.       Itikaf nafil yaitu itikaf yang tidak terikat oleh waktu. Itikaf tersebut tanpa ada batasan waktu dan hari jadi kapan saja seseorang berniat itikaf, ia dapat melakukannya.
Selanjutnya terdapat perbedaan mengenai waktu itikaf yang paling sedikit. Itikaf hendaknya dilakukan tidak dari satu hari atau satu hari penuh, demikian adalah pendapat dari Imam Abu Hanifah. Kemudian Imam Muhammad berpendapat bahwa Itikaf boleh  dilakukan dengan waktu yang singkat (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi, 2006: 709), Atau dalam madzhab Syafi’I : sesaat atau sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab Hambali, satu jam saja (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014).
Di  dalam  Islam,  seseorang  bisa  beritikaf  di  masjid  kapan  saja,  namun  dalam  konteks  bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw, itikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir. Diantara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) ole Rasulullah  SAW  adalah  itikaf.
3.      Syarat I'tikaf
Syarat adalah suatu yang harus dipenuhi/ditepati sebelum melakukan sesuatu (Mohamad  Rifa’I, 2010: 10). Jadi syarat itikaf adalah suatu yang harus dipenuhi/ditepati sebelum melakukan itikaf. Orang yang I’tikaf harus memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014):
a.      Muslim
Muslim berarti orang yang memeluk agama islam.
b.      Berakal sehat
Berakal sehat berarti orang yang dapat akalnya untuk aktivitas berpikir guna membadakan perkara yang baik dan buruk
c.       Suci haidh dan nifas.
Suci yang dimaksud disini adalah suci yang sifatnya lahiriyah, jadi orang tersebut berada dalam bersih dari sesuatu yang dianggap kotor (najis) oleh islam.
Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan hal yang wajar, yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita setelah seorang wanita melahirkan. Darah ini tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya sudah pasti, yaitu karena adanya proses persalinan.
Oleh karena itu I’tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir, anak yang belum mumaiyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.
4.      Rukun I’tikaf
Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan dalam memulai suatu pekerjaan (Mohamad  Rifa’I, 2010: 10), jadi rukun itikaf adalah sesuatu yang harus dikerjakan dalam memulai itikaf.
a.       Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada niatnya.
b.      Berdiam di masjid (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014).
5.      Hal-Hal Yang Diperbolehkan
Orang yang beri’tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid untuk menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal yang diperbolehkan.
a.       Keluar dari tempat I’tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radliallahu ‘Anhu.
b.      Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
c.       Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
d.      Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
6.      Hal-Hal Yang Membatalkan I’tikaf
Batal artinya tidak cukup syarat rukunnya, atau tidak betul. Jadi apabila suatu pekerjaan tidak memenuhi syarat rukunnya berarti pekerjaan itu tidak syah atau dianggap batal (Al-Habib 2010, diakses pada 23 Mei 2014):
a.    Meninggalkan  masjid  dengan  sengaja  tanpa  keperluan,  meski  sebentar,  karena  meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun I’tikaf yaitu berdiam di masjid.
b.    Murtad (keluar dari agama Islam)
c.    Hilang Akal, karena gila atau mabuk
d.   Haidh
e.    Nifas
f.     Berjima’  (bersetubuh  dengan  istri),  tetapi  memegang  tanpa  nafsu  (syahwat),  tidak  apa  apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya.

7.      Keutamaan itikaf
Itikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan mendekatkan kepada Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari ritunitas  kehidupan  dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq (Pencipta). Bermunajat sambil  berdo’a dan beristighfar kepadaNya sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti.
Ibnu Qoyyim dalam (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi, 2011: 743) menjelaskan bawah:
Tujuan itikaf adalah menghubungkan hati kepada Allah SWT yang Maha Suci, mengalihkan hati dari selain Allah, mengganti segala kesibukan dengan menyibukan diri dengan mengingat Allah, memutuskan segala perhatian kepada selain Allah, mengosongkan segala pikiran dan angan-angan yang diisi dengan kecintaan kepada Allah, sehingga kecintaan kepada mahluk (segala sesuatu yang diciptakan Allah) berganti menjadi kecintaan kepada Allah. Kecintaan inilah yang akan bermanfaat untuk senantiasa memperbaiki diri termasuk dalam memperbaiki akhlak/perilaku yang bersangkutan.

Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi (2011: 744) menjelaskan bahwa, jika itikaf dilakukan dengan rela, maka itikaf tersebut merupakan suatu pekerjaan yang paling uatam. Selain itu keistimewaan itikaf tidak tergantung dengan jumlahnya. Dengan itikaf hati akan dibersihkan dari ketergantungan pada dunia, dan berkonsentrasi semata-mata karena Allah serta bersimpuh dihadapanNya.
Kemudian Ibnu Majah dalam (Maulana Muhammad zakariya Alkandahlawi, 2011: 746) meriwayatkan hadist mengenai itikaf, “Dari sayyidina Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Baginda Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang beritikaf, bahwa (dengan beritikaf) ia terjaga dari dosa-dosa dan akan ditulis untuknya kebaikan-kebaikan sebagaimana orang yang mengerjakan seluruh kebaikan.
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa dengan itikaf seseorang dari perbauatan yang tercele (perilku yang buruka) dengan demikian bahwa orang tersebut dapat melakukan senantiasa melakukan perbauatan yang terpuji dan mampu menahan diri untuk melakukan perbautan yang tercela.



BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitaif. Pendekatan kualitaif merupakan pendekatan dengan cara memandang objek penelitian sebagai suatu sistem, artinya objek kajian dilihat dari satuan yang terdiri dari unsur-unsur/komponen-komponen yang saling terkait dan mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada (Suharsimi Arikunto, 2003: 209). Kemudian Sugiyono juga mengemukakan bahwa penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti pada konsisi objek alamiah yang menekankan pada makna hasil penelitian.
Hal tersebut senada dengan pendapat dikemukakan oleh  Nazur (dalam Soejono dan Abdurrahman, 2005: 84) bahwa penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti bermaksud mendeskripsikan, menguraikan dan menggambarkan program pembinaan diri melalui itikaf sebagai upaya untuk memperbaiki akhlak di daerah Losari Kidul. Penelitian ini meneliti secara mendetail tentang faktor  yang menyebabkan krisis akhlak, proses pembinaan akhlak, dan manfaat pembinaan akhlak dalam menjalankan kehidupan.
B.     Tempat Penelitian
Rencana penelitian akan dilaksanakan di Desa Losari Kidul yang bekerjasama dengan bekerja sama dengan suatu jamaah Islam. Rencana penelitian ini menggunakan prosedur dengan terjun/terlibat di lapangan penelitian yang diawali dengan pendekatan kepada pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan akhlak, serta pendekatan terhadap insan/manusia yang akan dibina. Peneliti memilih  daerah Losari kidul karena masyarakat daerah tersebut cenderung terbuka terutama untuk kemajuan daerahnya. Rencana penelitian ini akan dilakukan melalui proses perolehan informasi tentang perilaku masyarakat yang dikaitkan dengan kesesuian antara perilaku dan ajaran Islam.
C.    Sampel Penelitian
Untuk memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang pendidikan/pembinaan akhlak peneliti menentukan sampel penelitian secara purposif (purposive sampling) yaitu teknik pengambilan sumber data berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 300). Dalam penelitian ini penentuan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat sampel penelitian yang telah diketahui sebelumnya. Adapun kriterianya yang ditentukan peneliti sebagai sampel yang dipilih tersebut adalah orang yang mengalami krisis akhlak yang tolak ukurnya adalah agama Islam serta orang tersebut mau diajak untuk mengikuti program pembinaan akhlak.
D.    Metode Dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data tentang program pembinaan akhak, sebagaimana yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1.     Observasi
Observasi merupakan salah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan (penggunaan panca indra) dan mencatat secara langsung gejala-gejala yang diteliti. Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Supardi, 2006: 88). Observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan secara ilmiah. Secara umum observasi dapat dilakukan dengan cara yaitu:
Observasi yang dilakukan dengan melibatkan diri disebut observasi partisipan. Observasi partisipan adalah teknik observasi dengan melibatakan diri peneliti dalam kegiatan observasi atau berpartisipasi (Sugiyono, 2013: 310). yang kedua adalah observasi non partisipan. Observasi non partisipan merupakan suatu proses pengamatan observer (orang yang melakukan observasi) tanpa ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai seorang pengamat Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi parsitif guna memperoleh datang yang akurat, tajam, dan lengkap.
Hal yang di observasi berupa, 1) perilaku sampel penelitian sebelum mengikuti program pembinaan/pendidikan akhlak 2) proses sampel dalam mengikuti program pembinaan akhlak/pendidikan, 3) hambatan-hambatan dalam proses pembinaan akhlak, 4) perilaku sampel penelitian sesudah mengikuti sprogram pembinaan akhlak.. Observasi yang dilakukan menggunakan setting lingkungan alamiah dan buatan berupa tempat (masjid) subyek berada.
2.    Wawancara
Budiyono dkk (2003: 52) mengemukakan bahwa wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti (atau orang yang ditugasi) dengan subjek penelitian atau responden atau sumber data. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Supardi, 2006: 99).
Kemudian, Moleong (2005: 186) juga menngemukakan bahwa wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Sewaktu wawancara yang akan mengajukan pertanyaan dan orang yang akan diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan.
Jadi, pewawancara harus menyusun pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai apabila jawabannya mulai melenceng dari pertanyaan. Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya dengan pihak yang ditanya atau penjawab. Wawancara dilakukan oleh penanya dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh penanya sebelumnya.
a.       Pewawancara
            Pewawancara adalah orang yang menggunakan teknik wawancara sekaligus bertindak sebagai pemimpin dalam proses wawancara tersebut. Pewawancara juga berhak menentukan materi/permasalahan yang akan ditanyakan serta kapan dimulai dan di akhiri. Dalam hal ini harus ada kesepakatan yang harus dibuat oleh kedua belah pihak sebelumnya. Hal yang seringkali informan dapat menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara mulai dilaksanakan dan diakhiri.
Informan adalah orang yang diwawancarai, memberikan keterangan/informasi yang diperlukan oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data atau informasi secara aktual dan akurat.
b.      Materi dan Jalannya Wawancara
Materi wawancara adalah tema yang ditanyakan kepada informan, yang bermuatan masalah atau tujuan penelitian. Pelaksanaan wawancara dapat kedalam tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan penutup (Sudjana, 1992: 234-235).
Materi wawancara yang baik terdiri dari: pembukaan, isi dan penutup. Pembukaan wawancara adalah kata-kata tegur sapa, yang intinya untuk mengakrabkan diri atau menyanjung informan agar informan merasa nyaman atau suka rela dalam berbagi informasi. Isi wawancara yaitu pokok pembahasan yang menjadi masalah atau tujuan penelitian. Penutup adalah bagian akhir dari suatu wawancara. Bagian ini dilengkapi dengan kalimat-kalimat penutup pembicaraan. Bagian penutup biasanya juga berisi tentang perjanjian untuk mewawancarai lagi pada waktu yang akan datang.
Wawancara dilakukan sebagai upaya pengumpulan data dengan mengajukan  pertanyaan secara langsung berdasarkan pedoman wawancara yang peneliti ajukan  kepada pewawancara yaitu kepada insan yang dibina dan pembina. Adapun pertanyaan yang diajukan pada rencana penelitian ini adalah:
a.    Apa yang menyebabkan kamu (insan yang akan dibina) berprilaku demikian (hal yang menyangkut krisis akhlak dari hal yang sederhana, contohnya ketika makan/berkendara tidak berdoa terlebih dahulu)?
b.    Apa yang memotivasi kamu (insan yang akan dibina) untuk ikut dalam pembinaan akhlak ini?
c.    Bagaimana proses pembinaan akhlak, apa sesuai yang kamu (insan yang akan dibina) harapkan?
d.   Apa ada perubahan dalam dirimu (insan yang akan dibina) setelah ikut program pembinaan akhlak secara teratur ini?
e.    Bagaimana manfaat yang kamu (insan yang akan dibina) rasakan ?
f.     Bagaimana tantangan sebagai Pembina dalam membenina mereka, apakah ada hambatan/tantangan?
3.    Dokumentasi
     Dokumentasi  adalah mencari data mengenai hal-hal dan variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, dan sebagainya, (Suharsimi Arikunto, 2003: 206). Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan sosialisasi pembinaan akhlak, perekrutan, persiapan, perekrutan, output, hingga outcome. Fungsi dokumentasi ini untuk memperoleh data tertulis, data yang direkam ataupu yang berupa video.
E.  Instrumen Pengumpulan Data
1.      Pengertian Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kaitannya dalam mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah adanya (Suharsimi Arikunto, 2003: 134).
2.      Instrumen Yang akan Digunakan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi terstruktur yang dibuat sendiri oleh peneliti
Tabel 1. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian Program Pembinaan Akhlak
No
Aspek
Sub Aspek
Teknik pengumpulan data
Sumber data
1
Faktor terjadi krisis akhlak
Identifikasi penyebab  terjadinya krisis akhlak.
Kondisi lingkungan, pergaulan
Observasi, wawancara
orang yang akan dibina, Pembina, masyarakat sekitar
2
Proses pembinaan

Hambatan, faktor pendukung, pemahaman orang yang akan dibina, dan komnukasi dengan Pembina
Observasi, wawancara dan dokumentasi
orang yang akan dibina, Pembina, masyarakat sekitar
3
Manfaat program pembinaan akhlak bagi obyek penelitian.
Identifikasi kebutuhan, hasil/perubahan terhadap orang yang akan dibina.
Wawancara
orang yang telah dibina,
4
Kondisi masyarakat Losari Kidul.
Pergaulan, pola hidup, perilaku masyarakat
Observasi
Masyarakat

3.      Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat dipahami/diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2013: 335).
Teknik analisis data ini mengacu pada teknik analisis data kualitatif dengan mengumpulkan data di lapangan yang dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data (Miles dan Hurburmen, 1992: 16). Adapun  tahapan  analisis data kualitatif  sebagai berikut:
a.    Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilah hal-hal yang pokok, fokus pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang hal-hal yang tidak penting (Sugiyono, 2013: 338). Pada reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah data yang dianggap relevan dan penting dengan pokok bahasan dalam program pembinaan akhlak, sementara data yang tidak relevan dengan pembahasan penelitian dibuang untuk mengetahui kecukupan data, maka proses reduksi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang.
b. Penyajian Data (data display)
Penyajian data merupakan tindak lanjut dari reduksi data. Penyajian data dalam rencana penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil reduksi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan atau kata-kata verbal secara sistematis sesuai dengan komponen atau sistematika penelitian.
c.    Verifikasi Data
Penarikan kesimpulan atau verifikasi data, artinya data yang diperoleh dari hasil reduksi dan hasil penyajian data ditindaklunjuti dengan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan disesuaikan dengan sistematika atau komponen penelitian.
4.      Rencana Keabsahan Data
Teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam rencana penelitian ini dilakukan melalui triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2013: 330). Kemudian triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian sehingga ditemukan akurasi yang tepat (Moloeng, 2004: 330). Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003: 115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data.
Triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam kaitan ini Patton (dalam Sutopo, 2006: 92) menjelaskan teknik triangulasi yang dapat digunakan.
Teknik triangulasi yang dapat digunakan menurut Patton meliputi: a) triangulasi data, b) triangulasi peneliti, c) triangulasi metodologis,  d) triangulasi teoretis. Pada dasarnya triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multi perspektif. Artinya, untuk menarik suatu kesimpulan yang mantap diperlukan berbagai sudut pandang berbeda. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data yang telah digunakan.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk membandingkan atau sebagai pengecekan data, yaitu: 1) membandingkan hasil wawancara antara responden yang satu dengan responden yang lain dengan pertanyaan yang sama dan dalam waktu yang berlainan, 2) membandingkan data hasil wawancara dengan responden, 3) membandingkan keadaan dan perspektif responden dengan isi dokumen terkait.
Tujuan menggunakan metode triangulasi, adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik apabila dibandingkan dengan menggunakan satu metode saja dalam suatu penelitian. Kelebihannya adalah bisa mendapatkan akurasi data dan kebenaran hasil yang di inginkan, dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti baik mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks dimana fenomena itu muncul. Kekuranganya, adalah perlu adanya tambahan waktu, biaya serta tenaga yang dibutuhkan dalam pelaksanaanya.



DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1974.  Pemuda dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3S
Alkandawi, Maulana Muhammad Zakariya. 2006. Himpunan Fadhilah Amal. Yogyakarta: Ash-Shaff
Alkandawi, Maulana Muhammad Zakariya. 2011. Kitab Fadhilah Amal. Yogyakarta: Ash-Shaff
Al Qur’anul Karim dan Terjemahnya
Arikunto,  Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : Bumi Aksara
Atmo, Sudjono. 1969. Bekerja Dikalangan Pemuda. Yogyakarta: Menara Mas
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Direktorat Penguruan Tinggi Agama Islam, Direktorat Kelembagaan Agama Islam, Departemen RI
Budiyono, Amirullah dan Haris. 2003. Pengantar Manajemen. Edisi kedua. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Darajat, Zakiyah, dkk. 1987. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI
Dariyo, Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Dault, Adhayaksa. 2008. Rekonstruksi Pemuda. Jakarta: Kementrian Pemuda dan Olahraga
Lexy J, Moleong. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya
Mahfud, Rois. 2011. Al-Islam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga
Miles& Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Buku Qualitatifve Data Analysis). Penerjemah  tjetjep srohendi rohidi). Jakarta:  Penerbit UI Press
Mukni’ah. 2011. Meteri Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito
Rifa’i, Mohammad. 2010. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra
Soejono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana. 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press
Sudrajat, Ajat, dkk. (2008) Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum. Yogykarta: UNY Press
Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutopo, HB. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Alhabib. 2010. Panduan Praktis itikaf. http://blog.al-habib.info/wp-content/uploads/2010/08/panduan-praktis-itikaf.pdf (diakses 23 Mei 2014).
Wibawa, lutfi, n.d.  Program Pendidikan Kepemudaan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Lutfi%20Wibawa,%20S.%20Pd.,%20M.%20Pd/Kepemudaan-Program.pdf (diakses 22 Mei 2014).