Bahasa Indonesia meruapakan dari bahahsa Melayu yang mengalami
banyak perkembangan dan penyerapaan kosa kata baik dari berbabagai daerah di Indonesia maupun di luar wilayah
Indonesia.
Karena bahsa indonesia berasal dari bahsa melayu allangkah baiknya
kita mengulas sedikit mengenai hal tersebut. Nama Melayu mula-mula digunakan
oleh kerajaan tua di Jambi di tepi sungai Batang hari, pada abad ketujuh
kerajaan tersesbut ditaklukan oleh kerajaan Sriiwijaya. Selama empat tahun kerajaan
Sriwijaya berkuasa di daerah Sumatera Selatan Bagian Timur dan menjadi pusat
politik di Asia Tenggara Kala itu serta menjadi pusat pengetahuan agama Budha
(M. Ramlan dkk, 1990: 1).
Dari sedikit urain di atas bisa dibayangkan jika Sriwijaya
menggunakan bahasa Melayu dalam mengajarkan ajaran Budha tentu para pendatang
dari berbagai Nusantara ataupun luar
Nusantara harus paha benar dengan bahasa Melayu. Sriwijaya menggunkan bahsasa
Melayu dapat dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti seperti:
1.
Di Kedukan
Bukit (683 Masehi).
2.
Talang
Tuwo (684 Masehi).
3.
Telaga
Batu.
4.
Kota
Kapur.
5.
Bangka
( 686 Maasehi)
6.
Ganda
Suli di Jawa Tengah (832 Masehi) dan di Dekat Bogor (942 Masehi).
Jelaslah bahwa sriwijaya menggunakan bahasa Melayu, yaitu yang bisa
disebut dengan Melayu Kuno, sebagai
bahasa resmi dalam pemerintahannya (M. Ramlan dkk, 1990: 1). Menurut catatan dari si pengembara
pendeta Buhda dari Cina yaitu I Tsing,
pada waktu itu bahasa Melayu sudah digunakan sebagai bahasa Kebudayaan, yaitu
sebagai bahasa pengantar dalam mempelajari dan mengajarkan agama Budha.
Kemudian
setelah kerajaan Sriwijaya Runtuh sekitar abad ke 15 muncul kerajaan Malaka
yang memiliki letak yang strategis yaitu menjadi lalu lintas dagang, sehingga
Malaka berkembang dengan Pesat yang berdampak
positif pada bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Bahasa Melayupun
berkembang di sebagian besar penjuru Nusantara
(M. Ramlan dkk, 1990: 2).
Pada tahun 1511 Kerajaan Malaka terdesak dengan kedatangan Portugis
sehingga takluklah. Pada tahun 1641 Portugis ditaklukan oleh Belanda yang
hampir menguasai seluruh Nusantara. Dengan penjajahan tersebut bahasa Melayu
menjadi terdesak karena Belanda menggunakan bahasanya sendiri dalam hal
pemerintahan termasuk untuk berkomunikasi
pada penguasa, politik, serta proses pendidikan.
Awalnya Belanda memang mengalami kendala bahasa, karena tidak
pilihan belanda terpaksa menggunakan bahas pengantar yaitu bahasa Melayu.
Menggunakan bahasa Melayu karena Bahasa Melayu sudah menyebar di sebagian besar
wilayah Nusantara (M. Ramlan dkk, 1990: 3). Namun Belanda sedikit demi sedikit
menggeser bahasa Melayu sebagai bahasa nomer satu, diganti dengan Bahasa
Belanda untuk seluruh aktivitas penjajahannya kala itu.
Tidak ada seorangpun yang ingin dijajah tentunya , oleh karena itu
pemuda-pemuda di seluruh nusantara bersatu. Dalam hal tersebut mereka
menggunakan bahasa pengantar Melayu untuk berkomunikasi walaupun meraka tidak berasal dari daerah
yang sama. Bahasa Melayu pada saat itu juga digunakan oleh sebagian besar organisasi-
organisasi pergerakan kemerdekaan dengan tujuan menyatukan tekad untuk
memperoleh kemerdekaan. Puncaknya pada kongres pemuda II di Jakarta
dicetuskannya sumpah pemuda pada tahun 1928. Dalam kongres tersebut pemuda dari
berbagai organisasi mengucapkan ikrar mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia,
mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia. Sejak saat itu bahasa Indonesia dinobatkan sebagai bahasa
persatuan atau bahasa nasiaonal (M. Ramlan dkk,
1990: 3).
Pengakuan dan pernyataan yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober
itu tidak ada artinya tanpa diikuti untuk mengembangkan bahasa Indonesia,
meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional. Sehingga pada
tahun 1938 para cendikiawan dan Budayawan Indonesia menyelenggarakan kongres
bahasa I di Solo yang membahas mengenai tata bahasa. Diputuskan bahwa buku-buku
tata bahasa yang ada saat itu tidak mememuaskan lagi tidak sesuai dengan
perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu perlulah disusun tata bahasa
baru yang sesuai dengan perkembangan bahasa (M. Ramlan dkk, 1990: 3-4).
Hingga berakhir kekuasaan Belada di Indonesia tak satupun keputusan
(kongres bahasa I) yang dilaksanakan karena pemerintah Belanda tidak merasa
perlu untuk melaksanaan keputusan tersebut (M. Ramlan dkk, 1990: 4).
Pada penjajahan Jepang bahasa Indonesia memperoleh kesempatan
berkembang, sebenarnya Jepang menginginkan bahasanya menjadi bahasa
pengantar/resmi, namun Jepang terpaksa menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
basa resmi pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Bahasa
Indonesia berkembang sangat pesat hingga pada 17 Agustus 1945, bahasa ndonesia
telah siap menerima kedudukan sebagai bahasa negara seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar