Kamis, 27 Februari 2014

PENGEMBANGAN TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR AN AL-IKHLASH REJOWINANGUN KOTA GEDE



A.    LATAR BELAKANG
Taman Pendidikan Al-Qur an  (TPA)  merupakan salah satu program pendidikan yang melayani masyarakat (peserta didik) yang mengajarkan  Al-Qur’an serta Agama Islam.  Dilakukannnya usaha tersebut agar menjalani suatu kehidupan menjadi selaras dengan Al-Qur’an. Pada hakekatnya  Al-Qur an adalah kitab Allah yang diperuntukan seluruh umat.
Dibentuknya TPA Al-Ikhlash  di Rejowinangun, Kota Gede ini memilki latar belakang yang sama dengan TPA-TPA di  daerah lainnya.
Sekarang ini kondisi umat islam sangat berbeda dengan kondisi orang islam di masa awal lahirnya Islam, saat dimana umat Islam menjadi mercusuar dunia. Baik akhlaknya, luhur budipekertinya, dll. Hal itu disebabkan oleh umat Islam pada masa tersebut sangat mendalami ajaran Islam disertai dengan penyelarasan dalam tingkah lakunya sehari-hari. Namun jika dibandingkan dengan orang islam yang saat sekarang, hal yang tadi mulai luntur dan semakin luntur. Kelunturan ini menjadi penyebab berbagai masalah kerana rusaknya hati, hati yang terbelenggu oleh noda-noda  kegelapan yang tebal yang menghalangi cahaya hati untuk memancarkan cahayanya. Tentu dengan menyadari hal-hal tersebut maka dibuatlah TPA menumbuhkan dan mengenalkan ajaran Islam yang terfokuskan atau sasaranya adalah anak-anak.
Selain itu porsi pelajaran di sekolah formal sangatlah kurang, secara struktural saja mata pelajaran Agama Islam sangat kurang, tidak heran semakin banyak orang Islam yang tidak paham dengan ajaran Islam yang menjadi agamanya. Tidak heran juga kehidupan orang Islam menjadi jauh dari ajaran-ajaran Islam
Melihat porsi pelajaran pendidikan Agama Islam yang kurang pada sebagian sekolah formal negeri/swasta. Serta sebagian besar dari orang tua di Dusun Rejowinangun kurang mampu mangajarkan   ajaran islam karena sebagian besar orang tua tersebut pemahaman terhadap agamanya masih kurang. Akan tetapi sebagian dari orang tua Rejowinangun memiliki  kesadaran bahwa anaknya harus lebih baik dari orang tuanya. Maka para orang tua menyekolahkan anaknya ke TPA, namun mereka menyekolahkan anaknya pada di TPA Desa lain, karena di Dusunnya sendiri saat itu tidak ada TPA, maka ada orang tua yang menuntut agar di Dusun Rejowinangun didirikan TPA.
Dengan mengetahui kondisi tersebut,  maka Takmir (pengurus masjid) Masjid Al-Iklhas menjawab nya dengan membuat progam kerja dengan mendirikan TPA. Selain itu TPA ini merupakan bentuk tindak lanjut dari pengajian rutin anak yang diadakanpada malam minggu.

B.     TUJUAN PROGRAM TPA
Bedasarkan paparan latar belakang tersebut, tujuan program TPA yaitu :
·         Menumbuhkan dan memahamkan agama Islam sejak dini
·         Mengatasi kekurangan jam belajar agama islam pada sebagian besar pendidikan formal.
·         Menjawab tuntutan dari orang tua di Dusun Rejowinangun untuk didirikannya TPA.
·         Melaksanakan saluh satu program kerja Takmir Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun.

C.    KINERJA PROGRAM
TPA ini dianggap sebagai TPA yang stagnan, namun jika diamati lagi,  sebenarnya TPA tersebut mengalami perkembangan dengan kecepatan yang pelan. Namun karena perkembangannya yang pelan TPA ini dianggap stagnan.
TPA ini didirikan atas dasar hal yang memperhatinkan kondisi sosial masyarakat Dusun Rejowinangun, dalam hal ini TPA mempunyai kedudukan sebagai pengganti orang tua yang kurang  mampu dalam mengajarkan Agama Islam pada anaknya. Pendirian TPA di Dusun Rejowinangun ini bisa dianggap sangat tepat karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat Rejowinangun khususnya bagi anak-anak. Akan tetapi jumlah peserta didik atau yang bisa disebut dengan santri ini masih kurang, yaitu 50 orang yang terdapat pada data. Betapa banyak jumlah anak di Dusun Rejowinangun tetapi yang mengikuti program TPA hanya 50 anak. Jika dibandingkan dengan TPA Nahdiyatul Athfal yang terdapat di Desa Dukuhwidara, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jumlah santrinya jauh lebih banyak, yaitu  200 santri. Dari kedua desa/dusun tersebut sebenarnya mempunyai jumlah penduduk yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi angka 50 di dusun yang terletak dikawasan kota bisa dibilang lumayan. Dengan kondisi sosial masyarakat di daerah perkotaan yang bisa dibilang lebih mementingkan aspek pendidikan dunia saja, tidak terlalu peduli dengan pendidikan spiritual.
Jumlah kelas  saat ini adalah lima kelas. Sarana dan prasarana pada TPA  terdiri dari Saranan prasana tiga lemari, 12 meja dibagi lima kelas, 12 whiteboard, 12 spidol, 12 penghapus, books file, computer, 5 LCD, buku bacaan, dll. Sarana dan prasarana TPA tersebut sudah memadai, tinggal pengolaannya saja yang harus diperhatikan.
sarana yang sudah tersedia tersebu dapat menunjang pembelajaran, agar pemebelajaran menjadi lebih menarik dan efektif serta nyaman bagi para santrinya. Santri disini itu sangat antusias dalam belajar, tetapi ada beberapa santri juga yang menjadi tatantangan bagi para pendidik dan pengelola karena keagresifan santri tersebut. Inilah bagian dari tugas pendidikan. santri-santri di TPA Masjid Rejowinangun memperoleh perhatian yang istimewa dibandingkan dengan sekolah formal santri. dimana setiap ustadz menangani maksimal enam santri. jadi setiap ustadz/pendidik dapat memahami anak didiknya dengan baik serta memeberi perhatian terfokus pada anak.
TPA ini dikelola oleh pemuda-pemudi dari Dusun Rejowinangun serta dibantu oleh Takmir/pengurus Masjid Al-Ikhlas, pengolola non takmir mayoritas bertsatus sebagai pelajar/mahasiswa. dalam struktur kepengurusan/kepengelolaan TPA ini tidak ada yang namanya kepala sekolah, yang ada adalah direktur TPA tersebut. direktur  tersebut merupakan mahasiswa BK FIP UNY (Bimbingan dan Konseling, fakulstas ILmu Pendidikan, Universirtas Negeri Yogyakarta) angkata 2012. Menurut beliau ini pengelola TPA ini tidak mengaharapkan upah/gaji, disini yang diupah adalah para pendidik/ustadz/guru. Tetapi bagi pengurus TPA yang mempunyai peran sebagai ustadz, meneri gaji sebagai ustadz. Kebanyakan dari ustadz tersebut merupakan mahasiswa yang  merantau Di Yogyakarta yang tingggal sekaligus belajar di Pesantren.
Dalam hal pengajar, ada beberapa (satu sampai dua) pengajar yang kehadirannya bermasalah, mereka tidak hadir tanpa izin atau memberi keterangan yang jelas. Sehingga saat pengajar tersebut tidak masuk. Santri yang yang diampunya dapat terlantar, dengan demikian santri yang terlantar dialihkan ke peneajar/ustadz lain. Untuk kualiatas pengajar itu sendiri, mereka mengusai bidang yang mereka ajar. Selain itu kebenyakan pengajar yang berasal dari luar Yogyakarta yang bertstatus sebagai mahasiswa menjadi kekhawatiran. Kekhawatiran terkait dengan kelulusan pelajar tersebut, sehingga mayoritas kembali ke tempat asalnya. Sehingga TPA tersebut akan ditinggal oleh pengajar tersebut.
Waktu belajar pada TPA ini kurang  lebih satu jam. setiap minggu dialokasikan empat kali pertemuan yaitu pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu. Dalam proses pembelajarannya setiap awal waktu belajar lima kelas dikumpulkan menjadi satu, untuk pembukaan serta klasikal. Kemudian setelah klasikal selesai, mereka dibagi sesuai dengan kelasnya masing-masing. kelas mereka hanya dibatasi oleh sekat yang bahannya dari tripleks. Untuk variasi belajar, dalam satu semester diadakan lomba-lomba untuk para santri. lomba tersebut sesuai dengan materi yang diperoleh di TPA tersebut, ada juga menonton film. Film yang ditonton dalah film yang berkaitan dengan TPA serta ada rekreasi.
Tak semua santri terdapat dalam golongan yang mampu sehingga ada beberapa santrin yang telat menunaikan uang SPP, dalam hal itu pengurus menegur orang tua tersebut, selain usaha tersebut TPA Masjid Al-Ikhlas rejowinangun bekerja sama dengan pemerintah kota/ Baznas (badan zakat nasional) untuk mndapatkan dana, dan memberi beasiswa bagi anak yang kurang mampu tetapi memiliki keinginan belajar di TPA yang kuat.
Kurikulum untuk setiap TPA sudah ditentukan oleh BATNAS( Badan Kordinasi TKA/TPA Nasional), namun jika diterapkan pada TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun, dirasra terlalu berat untuk menjalankan kurikulum terserbut. Sebab kurikulum tersebut menuntut adanya kemampuan prasyarat untuk dapat melaksanakan kurikulum tersebut, sedangkan anak-anak tersebut tidak memenuhi prasayarat tersebuert. maka dari itu pengurus TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun bermusyawarah untuk membahas kurikulum tersebut, maka dirombak kurikulum tersebut menjadi kurikulum yang sesuai dengan kemampuan anak-anak  Rejowinangun tanpa menghilangkan tujuan dari kurukum yang dikordinasi oleh BATNAS.
Dengan kurikulum yang dibuat oleh pengurus TPA, tidak menurunkan kualitas dari kurikulum tersebut, sarana dan prasarana yang sudah tersedia, pengejar yang berkualitas dapat mendukung pembelajaran di TPA tersebut. selain hal tersebut kunci keberhasilan juga terdapat pada anak tersebut. seberapa besar usahanya untuk mengembangkan dirinya itu, bagaimana dengan lingkungannya baik kondisi sosialnya ataupun dukungan dari orang-orang sekitarnya seperti orang tua, saudara, teman-teman dan lain-lain. Alumni TPA tersebut sebagian ada yang sudah memenuhi harapan TPA tersebut sebagian lagi ada yang belum memenuhi harapan. Bahkan ada beberapa alumni TPA tersebut yang menjadi pengejar di TPA tempat belajarnya dulu.
TPA sebagain besar dikelola oleh para pelajar namun, namun pelajar yang dipilih adalah pelajar yang mempunyai dedikasih tinggi terhadap TPA tersebut, sehingga para pengelola lebih mengutamakan kemajuan TPA, maksudyanya para pengelola sebenarnya mempunyai hak gaji/upah dari kerjanya dalam mengelola TPA akan tetapi mereka lebih memilih tidak megambil gaji tersebut sehingga gaji/upah para pengelola dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan TPA. Dedikasih yang tinggi membuat mereka solid dalam mengurus TPA, hal itu dibuktikan dengan presentasi kehadiran yang tinggi saat musyawarah pengurus. Namun demikian tidak serta merta memajukan TPA tersebut, pada faktanya ada hal-hal kecil yang dianggap kecil. Seperti adanya dokumentasi terkait dengan jumah santri, jumlah santri yang ada di data tidak sesuai dengan data di lapangan. Data di lapangan menunjukan jumlah santri yang lebih banyak dibanding jumlah yang didokumentasikan.

D. ANALISIS SWOT

KEKUATAN
·         Karena kurikulum dari pusat terlalu berat untuk anak-anak (santri) maka dibuatlah kurikulum yang sesuai dengan kemampuan anak-anak tersebut. serta kurikulum tersebut merupakan sesuai dengan kebutuhan anak, baik untuk sekarang dan di masa depannya.
·         Sarana prasana sudah memadai.
·         Dana berasal dari tiga sumber utama yaitu uang iuran santri, takmir masjid al-ikhlash Rejowinagun Kota Gede,dan pemerintah kota (melalui Baznas).
·         Berdasarkan dari data terdapat 50 santri dari keseluruhan kelas ( lima kelas). Namun pada nyatanya lebih dari 50 santri.
·         Peserta didik antusias dalam menjalani kegiatan.
·         Pendidik menguasai bidang yang diampunya.
·         Setiap Pendidik
·         Adanya struktur kepengurusan yang jelas serta pengurus yang konsisten/solid bahkan tidak mengharap imbalan
·         Waktu belajar kurang lebih satu jam, jadi tidak membuat jenuh para santri/peserta didik.

·         Kurikulum terlalu berat jika diterapkan pada peserta didik yang masih awam/pemula.
·         Jarak antar kelas hanya dibatasi oleh bilik sehingga suara antar kelas dapat didengar dengan jelas
·         Adanya bebera santri yang terlambat iuran SPP.
·         Pendataan santri masih kurang rapih
·         Pada faktanya ada beberapa pendidik yang kehadirannya memprihatinkan sehingga santri mendapat perhatian yang kurang
·         Mayoritas  pendidik berasal dari luar Yogyakata yang berstatus sebagai pelajar sehingga pengajar tersebut beresiko meniggalkan TPA ketika pengajar sudah lulus
·         Adanya sekat yang berupa tripleks sehingga suara antar kelas dapat didengar, hal ini dapat menggangu konsentrasi belajar
·         Mempermudah penyampaian materi sehingga proses belajar menjadi lebih effisien dan menarik
·         Mempermudah dalam adminitrasi
·         Mempermudah pengelolaan TPA
·         Adanya keseadaran orang tua akan pentingnya agama terhadap anaknya.
·         Adanya dana dari pemerintah kota/BAZNAZ (badan zakat nasional), uang SPP santri, dana dari infak jama’ah Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun yang dikelola oleh Takmir Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun.
·         Adanya beasiswa untuk santri yang kurang mampu dengan syarat santri tersebut mempunyai keinginan belajar
·         Kurikulum akan mudah disampaikan  oleh pendidik dan manarik
·         Sarana prasarana menjadi lebih mudah dikelola
·         Semakin sadar pula orang tua dalam memenuji kewajiban admintrasi TPA
·         Kebutuhan santri terhadap sarana belajar menjadi semakin terpenuhi.
·         Gaji pendidik terjamin.
·         Setiap santri mempunyai kesempatan untuk mendapat beasiswa kurang mampu ataupun beasiswa berprestasi
·         Waktu beajar yang singkat di TPA, memberi kesempatan untuk santri untuk mengembangkan dirinya.
·         Kurikulum yang berat bisa diterjemahkan oleh ustadz/pendidik yang mengusai bidangnya.
·         Dalam tata letak kelas masih kurang layak karena kelas yang dibatasi oleh triplek.
·         Dengan Kesadaran orang tua, pengelola dapat menegur orang tua yang terlambat membayar SPP.
·         Santri yang tidak terdata, namun mengikuti proses pembelajaran dapat menghilangkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa bagi dirinya.

·         Anak-anak tidak begitu paham dengan agamanya sendiri
·         Adanya sikap pekewoh yaitu enggan untuk mengingatkan/menegur orang lain, karena adanya prasangka baik yang belum tentu baik.
·         Ada beberapa orang tua santri yang terlambat mebayar uang SPP.
·         Kurikulum yang sudah disusun ulang dapat memahamkan anak terhadao Agama Islam.
·         Kesolidan pengurus dapat menangani budaya pekewoh
·         Dana dari takmir/pemkot/Baznas dapat menutupi orang tua yang kesulitan membayar SPP
·         Anak-anak akan mengalami kesulitan dengan kurikulum yang berprasyarat, sedangkan anak-anak belum memenuhi prasyarat tsb.
·         Adanya budaya pekewoh ini d ikhawatirkan akan tidak dapat megatasi berbagai kelemahan di atas.
·         Saranae dan prasarana bisa kurang terawatt karena ada beberapa arus pendanaan yang  bermasalah
·         Ancaman terlantarnya santri terhadap masalah kehadiran santri dan masalah jika pengajar tersebut meninggalkan TPA saat pengajar tersebut lulus sehingga tidak mustahil dapat mematikan TPA tersebut.

 
E.     ISU STRATEGIS
Isu strategis yang telah dianisilis pada analisis SWOT, menghasilkan isu-isu yang perlu diperhatikan  serta perlu ditangani agar program TPA Masjid Rejowinangun dapat lebih berkembang. Isu-isu tersebut yaitu
1.      Kurikulum yang berat dikhawatirkan tidak dapat diterjemahkan oleh ustadz/pendidik atau santri. Kurikulum yang dibuat oleh BATKO ini dapat memberatkan santri atau ustadz jika ustadz tersebut tidak memenuhi kualifikasi terhadap kurikulum tersebut. Anak-anak akan mengalami kesulitan dengan kurikulum yang berprasyarat, sedangkan anak-anak belum memenuhi prasyarat tsb. Tetapi isu ini tidak menjadi masalah sebab kekhawatiran dapat diatasi dengan pemelihan ustadz yang berkualitas. Yang dapat menerjemahkan dan menyampaikan langsung ke santri-santri. namun pengurus melihat anak-anak yang belum mampu jika memaksakan kurikulum tersebut dilaksanakan. Maka kurikulum tersebut dirombak oleh pengelola TPA menjadi kurikulum dengan menurunkan/meringankan bobot dari kurikulum tersebut.
Jika kurikulum dianggap menjadi masalah sehingga harus menurunkan level kurikulum tersebut, itu disebabkan oleh belum siapnya santri untuk menyerap kurikulum yang dibuat oleh BATKO. Jadi ada alternatif untuk tidak menurunkan level  kurikulum yang dibuat oleh BATKO (kurikulum lama), yaitu dengan menyiapkan anak-anak sebelum belajar di TPA. Pada latar belakangdapat diketahui bahwa berdirinya TPA karena sebagian besar orang tua sedikit mengajarkan tentang agama Islam, hal tersebut bisa saja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan orang tua atau disebabkan oleh sikap orang tua yang menganggap tidak penting mengajarkan agama islam karena nanti akan diajarkan dis ekolahnya, padahal disekolah formalnya pun sangat kurang porsi jam pelajaran mengenai agama islam tersebut.
Kemungkinan kedua ini tidak terlalu relevan jika melihat latar belakang berdirinya TPA terebut, sebab adanya TPA karena adanya tuntutan dari orang tua juga serta semakin sadarnya orang tua untuk mengajarkan anaknya mengenai agama Islam.      
2.      Dalam tata letak kelas masih kurang layak karena kelas yang dibatasi oleh tripleks.
Ruang kelas yang hanay diabatasi oleh tripleks yang tipis ini mempunyai kelemahan yaitu, gelombang suara antar kelas akan mudah merambat sehingga suara tersebut lebih mudah terdengar. Jika seperti ini tidak mustahil kosentrasi siswa dapat terganggu.
3.      Santri yang tidak terdata, namun mengikuti proses pembelajaran dapat menghilangkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa bagi dirinya. Hal disebabkan oleh rasa mennyempelekan pendaataan. Sebenarnya santri yang tidak terdata adalah santri yang masuknya pada waktu diluar pendaftaran. Selain itu santri tersebut juga tidak mendaftarkan secara resmi. Bebera dari mereka mengikuti temannya yang sudah mendaftar di TPA lebih awal saja.
4.      Sarana dan prasarana bisa kurang terawat karena ada beberapa arus pendanaan yang  bermasalah. Pada umumnya semua Sarana yang perawatannya butuh biaya, tetapi ada sarana yang ketika dirawat, perawatannya tersebut memerlukan biaya yang lumayan. Contohnya sarana yang berkaitan dengan elektronik. Jika arus dana terhambat maka dikhawatirkan sarana dan prasarana menjadi kurang terawat, sehingga dapat menghambat proses belajar dan pengelolaan TPA itu sendiri.
Akan tetapi isu ini sudah tidak terlalu menjadi masalah, sebab jika TPA membutuhkan biaya/dana dapat ditutupi dengan baiaya dari BAZNAS dengan mengajukan proposal. Dana dari BAZNAZ ini turun setiap tiga bulan sekali. Jika TPA benar-benar membutuhkan dana dalam kedaan terdesak maka TPA dapat melobi takmir Masjid Al-Ikhlas yang bersumber dari donator masjid, serta infak dari jama’ah Masjid Al-Ikhlash.
5.      Ancaman terlantarnya santri terhadap masalah kehadiran ustad dan masalah jika pengajar tersebut meninggalkan TPA saat pengajar tersebut lulus sehingga tidak mustahil dapat mematikan TPA tersebut. masalah kehadiran ustad ini menjadi masalah yang sangat penting sebab jika ustadz tidak hadir maka santri menjadi terlantar sehingga dialihkan. Dan yang memprihatinkan ketika ustad yang tidak hadir dengan tidak memberi keterangan apapun. Biasanya ustadz yang seperti ini mendapat teguran dari pengelola, ketika teguran tersebut tidak menghasilkan perubahan maka dengan terpaksa ustadz tersebut diberhentikan. Dengan digantikan oleh ustadz yang baru.
6.      Adanya budaya pekewoh ini dikhawatirkan akan tidak dapat megatasi berbagai kelemahan di atas. Baudaya pekewoh serasa telah merasuki masyarakat di Dusun Rejowinangun, bahkan diakui oleh direktur TPA tersebut bahwa budaya/sikap pekewoh juga merasuki para pengurus/pengelola termasuk dirinya. Untuk memperjelas sikap pekewoh, akan penulis gambarkan sikap pekewoh ini, misalnya. Pengurus A tidak hadir saat rapat tanpa memberi keterangan sebab tidak hadir, sedangkan pengurus B hadir rapat. Ketika pengurus B bertemu dengan pengurus A. saat bertemu ini pengurus B ini enggan menegur pengurus A, karena penguus B beranggapan bahwa pengurus A tidak hadir karena ada hal/masalah yag lebih penting dari rapat TPA tersebut. padahal belum tentu demikian. Sikap ini dikhawatirkan dapat melonggarkan kesolidan pengurus yang telah terbentuk
F.     STARATEGI PENGEMBANGAN
Berdasarkan isu tersebut penulis memilih diversification strategies. Dalam  diversification strategies terdapat tiga strategi yaitu concentric diversification, conglomerate diversification,  dan  horizontal diversification. Menurut pengamatan penulis, stratategi ini cocok untuk mengembangkan TPA tersesbut, tetapi penulis memilih concentric diversification (penambahan berbasis yang sudah ada), conglomerate diversification ( penambahan baru sama sekali). Kedua strategi ini dipilih berdasarkan isu-isu yang pada TPA Masjid Al-Ikhlas.
concentric diversification (penambahan berbasis yang sudah ada), penerapan dari strategi ini adalah memanfaatkan kesadaran orang tua menjadi peluang untuk mendidik orang tua, agar orang tua mempunyai ilmu agama Islam yang luas dan mendalam. Sehingga orang tua dapat mengajarkan ilmu agama sejak dini, hal ini akan berdampak pada kesiapan anak untuk menyerap kurikulum lama. Mendidik orang tua tersebut dapat diadakannya kajian rutin untuk para orang tua di Rejowinangun, kajian ini dilaksanankan secara rutin dan intensif. Kajian tidak harus diadakan oleh pengelola TPA, kajian ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan lembaga lain. Atau dapat melobi lembaga lain untuk melakukan ini. lembaga yang menjadi targetnya adalah Takmir Masjid Al-Iklhas Rejowinangun. Jadi program ini rencanakan dengan adanya kerjasama antara Takmir Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun dan TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun. Perlu dipahami hubungan anatar Takmir dan TPA, sebenarnya TPA dibentuk atas dasar program kerja Takmir. Secara structural TPA dan Takmir itu berdiri sendiri, namun secara kultural mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab keduanya mempunyai visi yang sama, selain itu SDM-SDM TPA juga ada yang menjadi bagian dari Takmir, jumlahnyapun tidak sedikit. Dengan demikian program Kajian Rutin ini ditangani oleh Takmir. Kajian rutin ini selain sebenarnya merupakan kajian yang sudah ada sebelumnya, namun yang akan dikembangkan adalah keintensivan pengaadaan kajian tersebut. dari yang satu minggu hanya dilaksanakan satu kali, untuk kedepannya direncanakan lebih dari satu kali, minimal tiga kali dalam satu pekannya. Selain waktu juga menghadirkan pendidik yang berkualitas, pendidik ini direncanakan adalah satu orang yang telah dikontrak oleh Takmir dan TPA, untuk berbagi ilmu dalam rencana Kajian rutin. Daharapkan dengan kesadaran para orang tua di Dusun Rejowinangun dapat memanfaatkan kajian rutin tersebut. sehingga pengetahuan mereka semakin luas.
kemudian conglomerate diversification ( penambahan baru sama sekali), strategi ini digunakan untuk manangani masalah adminitrasi/pengelolaan data (jika pengelolaan data baik dan benar maka semua santri mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa), menghadapi budaya pekewoh, serta masalah sekat yang hanya menggunakan tripleks.
Untuk masalah pengelolaan data siswa dan menghadapi budaya/sikap pekewoh memiliki solusi yang sama yaitu para pengelola TPA pada awal semester atau kapanpun juga, mereka melakukan kontrak bersama untuk belajar di lembaga pendidikan islam selama waktu yang telh ditentukan, minimal waktunya satu tahun. Dengan hal tersebut pengelola akan dituntut untuk mengasah dirinya yang salah satunya mengarah pada keprofesianalan mereka dalam mengeola TPA, termasuk dalam mengingatkan temannya dan pengelolaan data santri. alternatif lain selain dengan melakukan kontrak belajar yaitu dengan mengundang pendidik/ustadz yang berkualitas secara rutin. Materi yang ditekankan pada kedua hal tersebut mengenai akhlak.
Selanjutnya untuk mengatasi sekat tersebut sebenarnya hanya butuh sesuatu yang sederhana. Yaitu mengganti sekat tersebut dengan menggunakan tembok. Tentu saja yang menjadi masalah disini adalah terkait dengan dana pembangunan tembok tersebut, dana dapat diperoleh melalui link yang telah tersedia, atau manambah link baru. Setelah dana terkumpul maka, proses pembangunan tembok dapat dilaksanakan.
G.    PENDEKATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Dipilihnya pendekatan  penelitian dan pengembangan sebab dalam desain produk/konsep yang direncanakan belum tentu sesuai jika diterapkan di TPA lainnya. Tahap-Tahap rencana pengembangan dengan menggunakan pendekatan R & D
1.      Identifikasi masalah  dan pengumpulan informasi
Langkah pertama penelitian dan pengembangan adalah identifikasi masalah  serta pengumpulan informasi. Semua penelitian berangkat dari potensi atau masalah yang diajukan. Potensi atau masalah adalah sesuatu yang apabila didayagunakan akan memiliki nilai tambah.
Secara sengkat masalah atau isu yang pada TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun berdasarkan informasi yang telah diperoleh, informasi diperoleh melalui wawancara dengan Direktur TPA, dari hasil wawancara tersebut baru mulai mengidentifikasi masalahnya. Masalah atau isu dari yang perlu ditangani agar TPA dapat berkembang  yaitu :
a.       Perombakan kurikulum BATKO dengan menurunkan level kurikum tersebut. jika dilihat dari sudut pandang santri, kurikulum dari BATKO sangat berat dilaksanakan, sedangkan kurikulum yang telah dirombak itu akan mudah diserap/dilaksankan oleh santri. yang  akan disoroti disini adalah bagaimana santri bisa menerapkan kurikulum dari BATKO. Setalah dibahas di sub bagian sebelumnya masalahnya adanya ketercapaian dari prasyarat kurikulum BATKO, dalam hal ini yang akan menjadi garapan adalah para orang tua. Agar mereka dapat mengjarkan ilmu agama Islam kepada anaknya. Dengan begitu anak dapat diharapkan dapat memenuhi kompetensi prasyarat yang telah ditetapkan oleh BATKO.
b.      Masalah sekat yang menggunakan kayu Tripleks, hal ini sederhana saja, tripleks tersebut dapat digant dengan menggunakan tembok.
c.       Budaya pekewoh dan pengadminitrasian santri, seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, penanganan masalah ini memiliki alternativ pemecahan masalah yang sama dengan yaitu dengan mengadakan kontrak belajar pada para pengelola.
2.      Desain produk/konsep
Konsep pendidikan untuk orang tua tersebut dengan menitik beratkan pengetahuan agama. Kegiatan ini sebenarnya memilki persamaan pada pengajian-pengajian pada umumnya. Pengajian rutin denga pelaksanaan minimal satu minggu diadakan tiga kali. Konsep pembelajarannnya, tidak ada kurikulum sperti pendidikan formal atau nonformal pada umumnya, kurikulum disini di dasarkan pada kitab/buku yang disampaikan oleh ustadz tersebut, tentunya kitab tersebut telah ditentukan oleh ustadz tersebut. misalnnya penyelenggara kegiaatan ini hanya menuntut agar ustadz mengajarkan masalah fiqih, Tauhid ataupun Akhlak. Ketika ustadz mengajarkan ilmu fiqih, kemudian ustadz tersebut merujuk Kitab sulam taufiq, maka ustadz tersebut menyampaikan seluruh isi kitab sulam taufiq tersebut dengan waktu yang berkala. Untuk sarana dan prasaranannya, sederhana saja hanya menggunakan sound system yang tersedia di Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun, sebab rancana pelaksanaannya di masjid tersebut. pendidiknya sendiri yaitu orang berkompeten dalam agama Islam. Sudah jelas peserta didik atau sasaran utamanya adalah orang tua. sebenarnya anak muda juga diperbolehkan ikut. Dalam proses pembelajarannya yaitu dengan menggunakan metedo ceramah dan tanya jawab peserta didik kepada ustadz, mereka tidak dituntut untuk mencatat namun yang diharapakan, mereka dapat memahami apa yang disampaikan ustadz dan menanggapinya dengan baik, disini tidak ada tes masuk ataupun tes ujian. Tempat antara laki dan perempuan dipisah dengan menggunakan pembatas yang dapat berupa kayu tripleks atau kain. Rencana kegaiatan tersebut minimal tiga kali dalam seminggu, harapanya dapat lima kali pertemuan dalam satu minggu. Dalam setiap pertemuan dialokasikan waktu selama 120 menit, waktu belajarnya adalah pada  sore hari tepatnya setelah pelaksanaan sholat ashar. Direncanakan sore hari dipertimbangkan dengan kegiatan para orang tua ada umumnya sudah selesai dengan aktivitas utama mereka.
Untuk masalah sekat ini hanya masalah sederhana, sekat hanya perlu diganti dengan dibuatnya tembok. untuk pendanaannya dapat diperoleh melalaui dengan mengajukan proposal kepada link yang sudah tersedia atau mencoba menambah donator baru.
Yang terakhir adalah pemecahan masalah untuk mengahadapi sika pekewoh ini dan masalah pengelolaan data agar semua santri mempunyai kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Pendekatan pemecahan ini adalah dengan peningkatan kualitas SDM/pengelola TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinanggun. Upaya peningkatan kualitas SDM tersebut dengan mengadakan kontrak belajar, maksudnya ada kesepakatan antara pengelola untuk belajar  bersama. minimal kontrak tersebut mempunyai jangka waktu satu tahun. Mereka dituntut untuk belajar ilmu agama Islam lebih luas dan dan dalam, kriterianya mereka dapat menerapkan ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan akhlak. Hal tersebut sama dengan kurikulum pada pengajian rutin untuk orang tua ataupun calon orang tua. Sebab tiga ilmu tersebut merupakan tiga pondasi ilmu dalam agama Islam. Alternatif lainnya selain dengan kontrak belajar, para pengelola dapat bergabung dengan pengajian orang tua di atas yang telah direncanakan.
Diharapkan usaha-usaha tersebut dapat membawa kemajuan, kemajuan tersebut dapat tampak dengan adanya perbaikan sikap dari orang tua, sikap para penegelola, serta sauna belajar yang nyaman.
Rencana-rencana pengembangan tersebut rencanannya akan diamati setelah satu bulan pertama, kegaiatan tersebut mulai dilaksanakan. Dan terus diamati dengan jeda waktu satu bulan dalam satu tahun. Yang menjadi fokus adalah adalah pengelola TPA, para orang tua yang mengikuti kegiatan tersebut yang akhirnya berujung pengetahuan, sikap, dan keterampilan mengenai agama Islam pada anak-anak mereka.
Kesimpulannya Pendekatan pengembangan TPA ini berbasis pada peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan sarana dan prasarana.




Oleh Abdul Rohman Nurfaal (Fa'al)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar