A.
LATAR
BELAKANG
Taman Pendidikan
Al-Qur an (TPA) merupakan salah satu program pendidikan yang
melayani masyarakat (peserta didik) yang mengajarkan Al-Qur’an serta Agama Islam. Dilakukannnya usaha tersebut agar menjalani
suatu kehidupan menjadi selaras dengan Al-Qur’an. Pada hakekatnya Al-Qur an adalah kitab Allah yang
diperuntukan seluruh umat.
Dibentuknya TPA
Al-Ikhlash di Rejowinangun, Kota Gede
ini memilki latar belakang yang sama dengan TPA-TPA di daerah lainnya.
Sekarang ini
kondisi umat islam sangat berbeda dengan kondisi orang islam di masa awal
lahirnya Islam, saat dimana umat Islam menjadi mercusuar dunia. Baik akhlaknya,
luhur budipekertinya, dll. Hal itu disebabkan oleh umat Islam pada masa
tersebut sangat mendalami ajaran Islam disertai dengan penyelarasan dalam
tingkah lakunya sehari-hari. Namun jika dibandingkan dengan orang islam yang
saat sekarang, hal yang tadi mulai luntur dan semakin luntur. Kelunturan ini
menjadi penyebab berbagai masalah kerana rusaknya hati, hati yang terbelenggu
oleh noda-noda kegelapan yang tebal yang
menghalangi cahaya hati untuk memancarkan cahayanya. Tentu dengan menyadari
hal-hal tersebut maka dibuatlah TPA menumbuhkan dan mengenalkan ajaran Islam
yang terfokuskan atau sasaranya adalah anak-anak.
Selain itu porsi
pelajaran di sekolah formal sangatlah kurang, secara struktural saja mata
pelajaran Agama Islam sangat kurang, tidak heran semakin banyak orang Islam
yang tidak paham dengan ajaran Islam yang menjadi agamanya. Tidak heran juga
kehidupan orang Islam menjadi jauh dari ajaran-ajaran Islam
Melihat
porsi pelajaran pendidikan Agama Islam yang kurang pada sebagian sekolah formal
negeri/swasta. Serta sebagian besar dari orang tua di Dusun Rejowinangun kurang
mampu mangajarkan ajaran islam karena
sebagian besar orang tua tersebut pemahaman terhadap agamanya masih kurang.
Akan tetapi sebagian dari orang tua Rejowinangun memiliki kesadaran bahwa anaknya harus lebih baik dari
orang tuanya. Maka para orang tua menyekolahkan anaknya ke TPA, namun mereka
menyekolahkan anaknya pada di TPA Desa lain, karena di Dusunnya sendiri saat
itu tidak ada TPA, maka ada orang tua yang menuntut agar di Dusun Rejowinangun didirikan
TPA.
Dengan mengetahui
kondisi tersebut, maka Takmir (pengurus masjid) Masjid
Al-Iklhas menjawab nya dengan membuat progam kerja dengan mendirikan TPA.
Selain itu TPA ini merupakan bentuk tindak lanjut dari pengajian rutin anak
yang diadakanpada malam minggu.
B. TUJUAN PROGRAM TPA
Bedasarkan paparan latar belakang
tersebut, tujuan program TPA yaitu :
·
Menumbuhkan dan
memahamkan agama Islam sejak dini
·
Mengatasi kekurangan
jam belajar agama islam pada sebagian besar pendidikan formal.
·
Menjawab tuntutan dari
orang tua di Dusun Rejowinangun untuk didirikannya TPA.
·
Melaksanakan saluh satu
program kerja Takmir Masjid Al-Ikhlas
Rejowinangun.
C. KINERJA PROGRAM
TPA
ini dianggap sebagai TPA yang stagnan, namun jika diamati lagi, sebenarnya TPA tersebut mengalami perkembangan
dengan kecepatan yang pelan. Namun karena perkembangannya yang pelan TPA ini
dianggap stagnan.
TPA
ini didirikan atas dasar hal yang memperhatinkan kondisi sosial masyarakat Dusun
Rejowinangun, dalam hal ini TPA mempunyai kedudukan sebagai pengganti orang tua
yang kurang mampu dalam mengajarkan Agama
Islam pada anaknya. Pendirian TPA di Dusun Rejowinangun ini bisa dianggap
sangat tepat karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat Rejowinangun khususnya
bagi anak-anak. Akan tetapi jumlah peserta didik atau yang bisa disebut dengan
santri ini masih kurang, yaitu 50 orang yang terdapat pada data. Betapa banyak
jumlah anak di Dusun Rejowinangun tetapi yang mengikuti program TPA hanya 50 anak.
Jika dibandingkan dengan TPA Nahdiyatul Athfal yang terdapat di Desa Dukuhwidara,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jumlah santrinya jauh lebih banyak, yaitu
200 santri. Dari kedua desa/dusun tersebut sebenarnya
mempunyai jumlah penduduk yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi angka 50 di dusun
yang terletak dikawasan kota bisa dibilang lumayan. Dengan kondisi sosial
masyarakat di daerah perkotaan yang bisa dibilang lebih mementingkan aspek
pendidikan dunia saja, tidak terlalu peduli dengan pendidikan spiritual.
Jumlah
kelas saat ini adalah lima kelas. Sarana
dan prasarana pada TPA terdiri dari
Saranan prasana tiga lemari, 12 meja dibagi lima kelas, 12 whiteboard, 12 spidol, 12 penghapus, books file, computer, 5 LCD, buku bacaan, dll. Sarana dan prasarana
TPA tersebut sudah memadai, tinggal pengolaannya saja yang harus diperhatikan.
sarana
yang sudah tersedia tersebu dapat menunjang pembelajaran, agar pemebelajaran
menjadi lebih menarik dan efektif serta nyaman bagi para santrinya. Santri
disini itu sangat antusias dalam belajar, tetapi ada beberapa santri juga yang
menjadi tatantangan bagi para pendidik dan pengelola karena keagresifan santri
tersebut. Inilah bagian dari tugas pendidikan. santri-santri di TPA Masjid Rejowinangun
memperoleh perhatian yang istimewa dibandingkan dengan sekolah formal santri.
dimana setiap ustadz menangani maksimal enam santri. jadi setiap
ustadz/pendidik dapat memahami anak didiknya dengan baik serta memeberi
perhatian terfokus pada anak.
TPA
ini dikelola oleh pemuda-pemudi dari Dusun Rejowinangun serta dibantu oleh
Takmir/pengurus Masjid Al-Ikhlas, pengolola non takmir mayoritas bertsatus
sebagai pelajar/mahasiswa. dalam struktur kepengurusan/kepengelolaan TPA ini
tidak ada yang namanya kepala sekolah, yang ada adalah direktur TPA tersebut.
direktur tersebut merupakan mahasiswa BK
FIP UNY (Bimbingan dan Konseling, fakulstas ILmu Pendidikan, Universirtas
Negeri Yogyakarta) angkata 2012. Menurut beliau ini pengelola TPA ini tidak
mengaharapkan upah/gaji, disini yang diupah adalah para pendidik/ustadz/guru.
Tetapi bagi pengurus TPA yang mempunyai peran sebagai ustadz, meneri gaji
sebagai ustadz. Kebanyakan dari ustadz tersebut merupakan mahasiswa yang merantau Di Yogyakarta yang tingggal
sekaligus belajar di Pesantren.
Dalam
hal pengajar, ada beberapa (satu sampai dua) pengajar yang kehadirannya
bermasalah, mereka tidak hadir tanpa izin atau memberi keterangan yang jelas.
Sehingga saat pengajar tersebut tidak masuk. Santri yang yang diampunya dapat
terlantar, dengan demikian santri yang terlantar dialihkan ke peneajar/ustadz
lain. Untuk kualiatas pengajar itu sendiri, mereka mengusai bidang yang mereka
ajar. Selain itu kebenyakan pengajar yang berasal dari luar Yogyakarta yang
bertstatus sebagai mahasiswa menjadi kekhawatiran. Kekhawatiran terkait dengan
kelulusan pelajar tersebut, sehingga mayoritas kembali ke tempat asalnya.
Sehingga TPA tersebut akan ditinggal oleh pengajar tersebut.
Waktu
belajar pada TPA ini kurang lebih satu
jam. setiap minggu dialokasikan empat kali pertemuan yaitu pada hari Senin,
Selasa, Kamis, dan Sabtu. Dalam proses pembelajarannya setiap awal waktu
belajar lima kelas dikumpulkan menjadi satu, untuk pembukaan serta klasikal.
Kemudian setelah klasikal selesai, mereka dibagi sesuai dengan kelasnya
masing-masing. kelas mereka hanya dibatasi oleh sekat yang bahannya dari
tripleks. Untuk variasi belajar, dalam satu semester diadakan lomba-lomba untuk
para santri. lomba tersebut sesuai dengan materi yang diperoleh di TPA
tersebut, ada juga menonton film. Film yang ditonton dalah film yang berkaitan
dengan TPA serta ada rekreasi.
Tak
semua santri terdapat dalam golongan yang mampu sehingga ada beberapa santrin
yang telat menunaikan uang SPP, dalam hal itu pengurus menegur orang tua
tersebut, selain usaha tersebut TPA Masjid Al-Ikhlas rejowinangun bekerja sama
dengan pemerintah kota/ Baznas (badan zakat nasional) untuk mndapatkan dana,
dan memberi beasiswa bagi anak yang kurang mampu tetapi memiliki keinginan
belajar di TPA yang kuat.
Kurikulum
untuk setiap TPA sudah ditentukan oleh BATNAS( Badan Kordinasi TKA/TPA
Nasional), namun jika diterapkan pada TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun,
dirasra terlalu berat untuk menjalankan kurikulum terserbut. Sebab kurikulum
tersebut menuntut adanya kemampuan prasyarat untuk dapat melaksanakan kurikulum
tersebut, sedangkan anak-anak tersebut tidak memenuhi prasayarat tersebuert.
maka dari itu pengurus TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun bermusyawarah untuk
membahas kurikulum tersebut, maka dirombak kurikulum tersebut menjadi kurikulum
yang sesuai dengan kemampuan anak-anak
Rejowinangun tanpa menghilangkan tujuan dari kurukum yang dikordinasi
oleh BATNAS.
Dengan
kurikulum yang dibuat oleh pengurus TPA, tidak menurunkan kualitas dari kurikulum
tersebut, sarana dan prasarana yang sudah tersedia, pengejar yang berkualitas
dapat mendukung pembelajaran di TPA tersebut. selain hal tersebut kunci
keberhasilan juga terdapat pada anak tersebut. seberapa besar usahanya untuk
mengembangkan dirinya itu, bagaimana dengan lingkungannya baik kondisi
sosialnya ataupun dukungan dari orang-orang sekitarnya seperti orang tua,
saudara, teman-teman dan lain-lain. Alumni TPA tersebut sebagian ada yang sudah
memenuhi harapan TPA tersebut sebagian lagi ada yang belum memenuhi harapan.
Bahkan ada beberapa alumni TPA tersebut yang menjadi pengejar di TPA tempat
belajarnya dulu.
TPA
sebagain besar dikelola oleh para pelajar namun, namun pelajar yang dipilih
adalah pelajar yang mempunyai dedikasih tinggi terhadap TPA tersebut, sehingga
para pengelola lebih mengutamakan kemajuan TPA, maksudyanya para pengelola
sebenarnya mempunyai hak gaji/upah dari kerjanya dalam mengelola TPA akan
tetapi mereka lebih memilih tidak megambil gaji tersebut sehingga gaji/upah
para pengelola dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan TPA. Dedikasih yang tinggi
membuat mereka solid dalam mengurus TPA, hal itu dibuktikan dengan presentasi
kehadiran yang tinggi saat musyawarah pengurus. Namun demikian tidak serta
merta memajukan TPA tersebut, pada faktanya ada hal-hal kecil yang dianggap
kecil. Seperti adanya dokumentasi terkait dengan jumah santri, jumlah santri
yang ada di data tidak sesuai dengan data di lapangan. Data di lapangan menunjukan
jumlah santri yang lebih banyak dibanding jumlah yang didokumentasikan.
D. ANALISIS
SWOT
KEKUATAN
·
Karena
kurikulum dari pusat terlalu berat untuk anak-anak (santri) maka dibuatlah
kurikulum yang sesuai dengan kemampuan anak-anak tersebut. serta kurikulum
tersebut merupakan sesuai dengan kebutuhan anak, baik untuk sekarang dan di
masa depannya.
·
Sarana prasana
sudah memadai.
·
Dana berasal
dari tiga sumber utama yaitu uang iuran santri, takmir masjid al-ikhlash
Rejowinagun Kota Gede,dan pemerintah kota (melalui Baznas).
·
Berdasarkan
dari data terdapat 50 santri dari keseluruhan kelas ( lima kelas). Namun pada
nyatanya lebih dari 50 santri.
·
Peserta didik
antusias dalam menjalani kegiatan.
·
Pendidik
menguasai bidang yang diampunya.
·
Setiap Pendidik
·
Adanya struktur
kepengurusan yang jelas serta pengurus yang konsisten/solid bahkan tidak
mengharap imbalan
·
Waktu belajar
kurang lebih satu jam, jadi tidak membuat jenuh para santri/peserta didik.
|
·
Kurikulum
terlalu berat jika diterapkan pada peserta didik yang masih awam/pemula.
·
Jarak antar
kelas hanya dibatasi oleh bilik sehingga suara antar kelas dapat didengar
dengan jelas
·
Adanya bebera
santri yang terlambat iuran SPP.
·
Pendataan
santri masih kurang rapih
·
Pada faktanya
ada beberapa pendidik yang kehadirannya memprihatinkan sehingga santri
mendapat perhatian yang kurang
·
Mayoritas pendidik berasal dari luar Yogyakata yang
berstatus sebagai pelajar sehingga pengajar tersebut beresiko meniggalkan TPA
ketika pengajar sudah lulus
·
Adanya sekat
yang berupa tripleks sehingga suara antar kelas dapat didengar, hal ini dapat
menggangu konsentrasi belajar
|
|
·
Mempermudah
penyampaian materi sehingga proses belajar menjadi lebih effisien dan menarik
·
Mempermudah
dalam adminitrasi
·
Mempermudah
pengelolaan TPA
·
Adanya
keseadaran orang tua akan pentingnya agama terhadap anaknya.
·
Adanya dana
dari pemerintah kota/BAZNAZ (badan zakat nasional), uang SPP santri, dana
dari infak jama’ah Masjid Al-Ikhlas
Rejowinangun yang dikelola oleh Takmir Masjid
Al-Ikhlas Rejowinangun.
·
Adanya beasiswa
untuk santri yang kurang mampu dengan syarat santri tersebut mempunyai
keinginan belajar
|
·
Kurikulum akan mudah disampaikan oleh pendidik dan manarik
·
Sarana prasarana menjadi lebih mudah dikelola
·
Semakin sadar pula orang tua dalam memenuji
kewajiban admintrasi TPA
·
Kebutuhan santri terhadap sarana belajar menjadi
semakin terpenuhi.
·
Gaji pendidik terjamin.
·
Setiap santri mempunyai kesempatan untuk mendapat
beasiswa kurang mampu ataupun beasiswa berprestasi
·
Waktu beajar yang singkat di TPA, memberi kesempatan
untuk santri untuk mengembangkan dirinya.
|
·
Kurikulum yang berat bisa diterjemahkan oleh
ustadz/pendidik yang mengusai bidangnya.
·
Dalam tata letak kelas masih kurang layak karena
kelas yang dibatasi oleh triplek.
·
Dengan Kesadaran orang tua, pengelola dapat
menegur orang tua yang terlambat membayar SPP.
·
Santri yang tidak terdata, namun mengikuti proses
pembelajaran dapat menghilangkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa bagi
dirinya.
|
·
Anak-anak tidak
begitu paham dengan agamanya sendiri
·
Adanya sikap pekewoh yaitu enggan untuk
mengingatkan/menegur orang lain, karena adanya prasangka baik yang belum
tentu baik.
·
Ada beberapa
orang tua santri yang terlambat mebayar uang SPP.
|
·
Kurikulum yang sudah disusun ulang dapat
memahamkan anak terhadao Agama Islam.
·
Kesolidan pengurus dapat menangani budaya pekewoh
·
Dana dari takmir/pemkot/Baznas dapat menutupi
orang tua yang kesulitan membayar SPP
|
·
Anak-anak akan mengalami kesulitan dengan
kurikulum yang berprasyarat, sedangkan anak-anak belum memenuhi prasyarat
tsb.
·
Adanya budaya pekewoh ini d ikhawatirkan akan
tidak dapat megatasi berbagai kelemahan di atas.
·
Saranae dan prasarana bisa kurang terawatt karena
ada beberapa arus pendanaan yang
bermasalah
·
Ancaman terlantarnya santri terhadap masalah
kehadiran santri dan masalah jika pengajar tersebut meninggalkan TPA saat
pengajar tersebut lulus sehingga tidak mustahil dapat mematikan TPA tersebut.
|
E.
ISU
STRATEGIS
Isu
strategis yang telah dianisilis pada analisis SWOT, menghasilkan isu-isu yang
perlu diperhatikan serta perlu ditangani
agar program TPA Masjid Rejowinangun dapat lebih berkembang. Isu-isu tersebut
yaitu
1. Kurikulum
yang berat dikhawatirkan tidak dapat diterjemahkan oleh ustadz/pendidik atau
santri. Kurikulum yang dibuat oleh BATKO ini dapat memberatkan santri atau
ustadz jika ustadz tersebut tidak memenuhi kualifikasi terhadap kurikulum
tersebut. Anak-anak akan mengalami kesulitan dengan kurikulum yang
berprasyarat, sedangkan anak-anak belum memenuhi prasyarat tsb. Tetapi isu ini
tidak menjadi masalah sebab kekhawatiran dapat diatasi dengan pemelihan ustadz
yang berkualitas. Yang dapat menerjemahkan dan menyampaikan langsung ke santri-santri.
namun pengurus melihat anak-anak yang belum mampu jika memaksakan kurikulum
tersebut dilaksanakan. Maka kurikulum tersebut dirombak oleh pengelola TPA
menjadi kurikulum dengan menurunkan/meringankan bobot dari kurikulum tersebut.
Jika kurikulum
dianggap menjadi masalah sehingga harus menurunkan level kurikulum tersebut,
itu disebabkan oleh belum siapnya santri untuk menyerap kurikulum yang dibuat
oleh BATKO. Jadi ada alternatif untuk tidak menurunkan level kurikulum yang dibuat oleh BATKO (kurikulum
lama), yaitu dengan menyiapkan anak-anak sebelum belajar di TPA. Pada latar
belakangdapat diketahui bahwa berdirinya TPA karena sebagian besar orang tua
sedikit mengajarkan tentang agama Islam, hal tersebut bisa saja disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan orang tua atau disebabkan oleh sikap orang tua yang
menganggap tidak penting mengajarkan agama islam karena nanti akan diajarkan
dis ekolahnya, padahal disekolah formalnya pun sangat kurang porsi jam
pelajaran mengenai agama islam tersebut.
Kemungkinan
kedua ini tidak terlalu relevan jika melihat latar belakang berdirinya TPA
terebut, sebab adanya TPA karena adanya tuntutan dari orang tua juga serta
semakin sadarnya orang tua untuk mengajarkan anaknya mengenai agama Islam.
2. Dalam
tata letak kelas masih kurang layak karena kelas yang dibatasi oleh tripleks.
Ruang kelas yang
hanay diabatasi oleh tripleks yang tipis ini mempunyai kelemahan yaitu,
gelombang suara antar kelas akan mudah merambat sehingga suara tersebut lebih
mudah terdengar. Jika seperti ini tidak mustahil kosentrasi siswa dapat
terganggu.
3. Santri
yang tidak terdata, namun mengikuti proses pembelajaran dapat menghilangkan kesempatan
untuk memperoleh beasiswa bagi dirinya. Hal disebabkan oleh rasa mennyempelekan
pendaataan. Sebenarnya santri yang tidak terdata adalah santri yang masuknya
pada waktu diluar pendaftaran. Selain itu santri tersebut juga tidak
mendaftarkan secara resmi. Bebera dari mereka mengikuti temannya yang sudah
mendaftar di TPA lebih awal saja.
4. Sarana
dan prasarana bisa kurang terawat karena ada beberapa arus pendanaan yang bermasalah. Pada umumnya semua Sarana yang
perawatannya butuh biaya, tetapi ada sarana yang ketika dirawat, perawatannya
tersebut memerlukan biaya yang lumayan. Contohnya sarana yang berkaitan dengan
elektronik. Jika arus dana terhambat maka dikhawatirkan sarana dan prasarana
menjadi kurang terawat, sehingga dapat menghambat proses belajar dan
pengelolaan TPA itu sendiri.
Akan tetapi isu
ini sudah tidak terlalu menjadi masalah, sebab jika TPA membutuhkan biaya/dana
dapat ditutupi dengan baiaya dari BAZNAS dengan mengajukan proposal. Dana dari
BAZNAZ ini turun setiap tiga bulan sekali. Jika TPA benar-benar membutuhkan
dana dalam kedaan terdesak maka TPA dapat melobi takmir Masjid Al-Ikhlas yang
bersumber dari donator masjid, serta infak dari jama’ah Masjid Al-Ikhlash.
5. Ancaman
terlantarnya santri terhadap masalah kehadiran ustad dan masalah jika pengajar
tersebut meninggalkan TPA saat pengajar tersebut lulus sehingga tidak mustahil
dapat mematikan TPA tersebut. masalah kehadiran ustad ini menjadi masalah yang
sangat penting sebab jika ustadz tidak hadir maka santri menjadi terlantar
sehingga dialihkan. Dan yang memprihatinkan ketika ustad yang tidak hadir
dengan tidak memberi keterangan apapun. Biasanya ustadz yang seperti ini
mendapat teguran dari pengelola, ketika teguran tersebut tidak menghasilkan
perubahan maka dengan terpaksa ustadz tersebut diberhentikan. Dengan digantikan
oleh ustadz yang baru.
6.
Adanya budaya pekewoh
ini dikhawatirkan akan tidak dapat megatasi berbagai kelemahan di atas. Baudaya
pekewoh serasa telah merasuki
masyarakat di Dusun Rejowinangun, bahkan diakui oleh direktur TPA tersebut
bahwa budaya/sikap pekewoh juga
merasuki para pengurus/pengelola termasuk dirinya. Untuk memperjelas sikap pekewoh,
akan penulis gambarkan sikap pekewoh ini, misalnya. Pengurus A tidak hadir saat
rapat tanpa memberi keterangan sebab tidak hadir, sedangkan pengurus B hadir
rapat. Ketika pengurus B bertemu dengan pengurus A. saat bertemu ini pengurus B
ini enggan menegur pengurus A, karena penguus B beranggapan bahwa pengurus A
tidak hadir karena ada hal/masalah yag lebih penting dari rapat TPA tersebut.
padahal belum tentu demikian. Sikap ini dikhawatirkan dapat melonggarkan
kesolidan pengurus yang telah terbentuk
F. STARATEGI PENGEMBANGAN
Berdasarkan
isu tersebut penulis memilih diversification
strategies. Dalam diversification strategies terdapat tiga
strategi yaitu concentric
diversification, conglomerate diversification, dan horizontal diversification. Menurut
pengamatan penulis, stratategi ini cocok untuk mengembangkan TPA tersesbut,
tetapi penulis memilih concentric
diversification (penambahan berbasis yang sudah ada), conglomerate diversification ( penambahan baru sama sekali).
Kedua strategi ini dipilih berdasarkan isu-isu yang pada TPA Masjid Al-Ikhlas.
concentric diversification (penambahan
berbasis yang sudah ada), penerapan dari strategi ini adalah memanfaatkan
kesadaran orang tua menjadi peluang untuk mendidik orang tua, agar orang tua
mempunyai ilmu agama Islam yang luas dan mendalam. Sehingga orang tua dapat
mengajarkan ilmu agama sejak dini, hal ini akan berdampak pada kesiapan anak
untuk menyerap kurikulum lama. Mendidik orang tua tersebut dapat diadakannya
kajian rutin untuk para orang tua di Rejowinangun, kajian ini dilaksanankan
secara rutin dan intensif. Kajian tidak harus diadakan oleh pengelola TPA,
kajian ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan lembaga lain. Atau dapat
melobi lembaga lain untuk melakukan ini. lembaga yang menjadi targetnya adalah
Takmir Masjid Al-Iklhas Rejowinangun. Jadi program ini rencanakan dengan adanya
kerjasama antara Takmir Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun dan TPA Masjid Al-Ikhlas
Rejowinangun. Perlu dipahami hubungan anatar Takmir dan TPA, sebenarnya TPA dibentuk atas dasar program kerja
Takmir. Secara structural TPA dan Takmir itu berdiri sendiri, namun secara
kultural mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab keduanya mempunyai visi
yang sama, selain itu SDM-SDM TPA juga ada yang menjadi bagian dari Takmir,
jumlahnyapun tidak sedikit. Dengan demikian program Kajian Rutin ini ditangani
oleh Takmir. Kajian rutin ini selain sebenarnya merupakan kajian yang sudah ada
sebelumnya, namun yang akan dikembangkan adalah keintensivan pengaadaan kajian
tersebut. dari yang satu minggu hanya dilaksanakan satu kali, untuk kedepannya
direncanakan lebih dari satu kali, minimal tiga kali dalam satu pekannya.
Selain waktu juga menghadirkan pendidik yang berkualitas, pendidik ini
direncanakan adalah satu orang yang telah dikontrak oleh Takmir dan TPA, untuk
berbagi ilmu dalam rencana Kajian rutin. Daharapkan dengan kesadaran para orang
tua di Dusun Rejowinangun dapat memanfaatkan kajian rutin tersebut. sehingga
pengetahuan mereka semakin luas.
kemudian
conglomerate diversification (
penambahan baru sama sekali), strategi ini digunakan untuk manangani masalah
adminitrasi/pengelolaan data (jika pengelolaan data baik dan benar maka semua
santri mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa), menghadapi
budaya pekewoh, serta masalah sekat
yang hanya menggunakan tripleks.
Untuk
masalah pengelolaan data siswa dan menghadapi budaya/sikap pekewoh memiliki solusi yang sama yaitu para pengelola TPA pada
awal semester atau kapanpun juga, mereka melakukan kontrak bersama untuk belajar
di lembaga pendidikan islam selama waktu yang telh ditentukan, minimal waktunya
satu tahun. Dengan hal tersebut pengelola akan dituntut untuk mengasah dirinya
yang salah satunya mengarah pada keprofesianalan mereka dalam mengeola TPA,
termasuk dalam mengingatkan temannya dan pengelolaan data santri. alternatif
lain selain dengan melakukan kontrak belajar yaitu dengan mengundang
pendidik/ustadz yang berkualitas secara rutin. Materi yang ditekankan pada
kedua hal tersebut mengenai akhlak.
Selanjutnya
untuk mengatasi sekat tersebut sebenarnya hanya butuh sesuatu yang sederhana.
Yaitu mengganti sekat tersebut dengan menggunakan tembok. Tentu saja yang
menjadi masalah disini adalah terkait dengan dana pembangunan tembok tersebut,
dana dapat diperoleh melalui link yang telah tersedia, atau manambah link baru.
Setelah dana terkumpul maka, proses pembangunan tembok dapat dilaksanakan.
G.
PENDEKATAN
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Dipilihnya
pendekatan penelitian dan pengembangan
sebab dalam desain produk/konsep yang direncanakan belum tentu sesuai jika
diterapkan di TPA lainnya. Tahap-Tahap rencana pengembangan dengan menggunakan
pendekatan R & D
1. Identifikasi
masalah dan pengumpulan informasi
Langkah pertama
penelitian dan pengembangan adalah identifikasi masalah serta pengumpulan informasi. Semua penelitian
berangkat dari potensi atau masalah yang diajukan. Potensi atau masalah adalah
sesuatu yang apabila didayagunakan akan memiliki nilai tambah.
Secara sengkat
masalah atau isu yang pada TPA Masjid Al-Ikhlas Rejowinangun berdasarkan
informasi yang telah diperoleh, informasi diperoleh melalui wawancara dengan
Direktur TPA, dari hasil wawancara tersebut baru mulai mengidentifikasi
masalahnya. Masalah atau isu dari yang perlu ditangani agar TPA dapat
berkembang yaitu :
a. Perombakan
kurikulum BATKO dengan menurunkan level kurikum tersebut. jika dilihat dari
sudut pandang santri, kurikulum dari BATKO sangat berat dilaksanakan, sedangkan
kurikulum yang telah dirombak itu akan mudah diserap/dilaksankan oleh santri.
yang akan disoroti disini adalah
bagaimana santri bisa menerapkan kurikulum dari BATKO. Setalah dibahas di sub
bagian sebelumnya masalahnya adanya ketercapaian dari prasyarat kurikulum
BATKO, dalam hal ini yang akan menjadi garapan adalah para orang tua. Agar
mereka dapat mengjarkan ilmu agama Islam kepada anaknya. Dengan begitu anak
dapat diharapkan dapat memenuhi kompetensi prasyarat yang telah ditetapkan oleh
BATKO.
b. Masalah
sekat yang menggunakan kayu Tripleks, hal ini sederhana saja, tripleks tersebut
dapat digant dengan menggunakan tembok.
c. Budaya
pekewoh dan pengadminitrasian santri,
seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, penanganan masalah
ini memiliki alternativ pemecahan masalah yang sama dengan yaitu dengan
mengadakan kontrak belajar pada para pengelola.
2. Desain
produk/konsep
Konsep
pendidikan untuk orang tua tersebut dengan menitik beratkan pengetahuan agama.
Kegiatan ini sebenarnya memilki persamaan pada pengajian-pengajian pada umumnya.
Pengajian rutin denga pelaksanaan minimal satu minggu diadakan tiga kali.
Konsep pembelajarannnya, tidak ada kurikulum sperti pendidikan formal atau
nonformal pada umumnya, kurikulum disini di dasarkan pada kitab/buku yang
disampaikan oleh ustadz tersebut, tentunya kitab tersebut telah ditentukan oleh
ustadz tersebut. misalnnya penyelenggara kegiaatan ini hanya menuntut agar
ustadz mengajarkan masalah fiqih, Tauhid
ataupun Akhlak. Ketika ustadz mengajarkan ilmu fiqih, kemudian ustadz tersebut merujuk Kitab sulam taufiq, maka ustadz tersebut menyampaikan seluruh isi kitab sulam taufiq tersebut dengan waktu yang
berkala. Untuk sarana dan prasaranannya, sederhana saja hanya menggunakan sound system yang tersedia di Masjid
Al-Ikhlas Rejowinangun, sebab rancana pelaksanaannya di masjid tersebut.
pendidiknya sendiri yaitu orang berkompeten dalam agama Islam. Sudah jelas
peserta didik atau sasaran utamanya adalah orang tua. sebenarnya anak muda juga
diperbolehkan ikut. Dalam proses pembelajarannya yaitu dengan menggunakan
metedo ceramah dan tanya jawab peserta didik kepada ustadz, mereka tidak
dituntut untuk mencatat namun yang diharapakan, mereka dapat memahami apa yang
disampaikan ustadz dan menanggapinya dengan baik, disini tidak ada tes masuk
ataupun tes ujian. Tempat antara laki dan perempuan dipisah dengan menggunakan
pembatas yang dapat berupa kayu tripleks atau kain. Rencana kegaiatan tersebut
minimal tiga kali dalam seminggu, harapanya dapat lima kali pertemuan dalam
satu minggu. Dalam setiap pertemuan dialokasikan waktu selama 120 menit, waktu
belajarnya adalah pada sore hari
tepatnya setelah pelaksanaan sholat ashar. Direncanakan sore hari
dipertimbangkan dengan kegiatan para orang tua ada umumnya sudah selesai dengan
aktivitas utama mereka.
Untuk
masalah sekat ini hanya masalah sederhana, sekat hanya perlu diganti dengan
dibuatnya tembok. untuk pendanaannya dapat diperoleh melalaui dengan mengajukan
proposal kepada link yang sudah tersedia atau mencoba menambah donator baru.
Yang
terakhir adalah pemecahan masalah untuk mengahadapi sika pekewoh ini dan masalah pengelolaan data agar semua santri
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Pendekatan pemecahan ini
adalah dengan peningkatan kualitas SDM/pengelola TPA Masjid Al-Ikhlas
Rejowinanggun. Upaya peningkatan kualitas SDM tersebut dengan mengadakan
kontrak belajar, maksudnya ada kesepakatan antara pengelola untuk belajar bersama. minimal kontrak tersebut mempunyai
jangka waktu satu tahun. Mereka dituntut untuk belajar ilmu agama Islam lebih
luas dan dan dalam, kriterianya mereka dapat menerapkan ilmu tauhid, ilmu
fiqih, dan akhlak. Hal tersebut sama dengan kurikulum pada pengajian rutin
untuk orang tua ataupun calon orang tua. Sebab tiga ilmu tersebut merupakan
tiga pondasi ilmu dalam agama Islam. Alternatif lainnya selain dengan kontrak
belajar, para pengelola dapat bergabung dengan pengajian orang tua di atas yang
telah direncanakan.
Diharapkan
usaha-usaha tersebut dapat membawa kemajuan, kemajuan tersebut dapat tampak
dengan adanya perbaikan sikap dari orang tua, sikap para penegelola, serta
sauna belajar yang nyaman.
Rencana-rencana
pengembangan tersebut rencanannya akan diamati setelah satu bulan pertama,
kegaiatan tersebut mulai dilaksanakan. Dan terus diamati dengan jeda waktu satu
bulan dalam satu tahun. Yang menjadi fokus adalah adalah pengelola TPA, para
orang tua yang mengikuti kegiatan tersebut yang akhirnya berujung pengetahuan,
sikap, dan keterampilan mengenai agama Islam pada anak-anak mereka.
Kesimpulannya
Pendekatan pengembangan TPA ini berbasis pada peningkatan sumber daya manusia
dan peningkatan sarana dan prasarana.
Oleh Abdul Rohman Nurfaal (Fa'al)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar